Agar Tidak Menyesatkan Publik Sepertinya Dr. Eko Saputra, S.H.,M.H Sepakat Kejati Riau Segera Membuktikan Fee Proyek Alkes RSUD Dumai

Agar Tidak Menyesatkan Publik Sepertinya Dr. Eko Saputra, S.H.,M.H Sepakat Kejati Riau Segera Membuktikan Fee Proyek Alkes RSUD Dumai

Dumai - Menyikapi pemberitaan okeline.com judul “Dugaan Pemufakatan Jahat Pembelian Alkes Dumai, Apa Benar drg Ridhonaldi Dicekal? "Infonya Baru Pramono Akan Dipanggil Kejati Riau" kepada salah satu media online terkait dugaan pemufakatan jahat dalam pengadaan alat kesehatan (alkes) di Dumai, praktisi hukum yang juga akademisi ini Dr (Cand) Eko Saputra, S.H.,M.H, sepertinya terkesan berharap Kejaksaan Tinggi Riau, melakukan tugasnya untuk segera memanggil drg. Ridhonaldi subagio direktur yang dikabarkan menerima fee Rp. 7 miliar dari nilai kontrak Rp. 14 miliar. 

Sebab dari UU pencekalan dan peraturan lain yang dijelaskan beliau kepada salah satu media sangat detail bahkan masuk keranah dan kode etik UU Pers.

Ketua DPW LSM Monitoring Independen Transparansi Anggaran (Mitra) Prov Riau, Martinus Zebua, SH, berterima kasih atas tanggapan praktisi hukum yang juga akademisi ini Dr (Cand) Eko Saputra, S.H.,M.H, pada media dumainews tersebut, “sebab saya duga beliau juga setuju kalau kasus fee besar (dugaan pemufakatan jahat) ini segera diusut Kejati Riau, agar tidak menjadi bola liar ditengah publik dan disalah artikan” katanya, Sabtu (23/8/25) siang.

Dalam berita Dumainews, Dr (Cand) Eko Saputra, S.H.,M.H, yang menyebut adanya pencekalan terhadap drg. Ridhonaldi dan rencana pemanggilan pihak lain oleh Kejati Riau, Seorang Praktisi Hukum dan juga Dosen Ilmu Hukum ini menilai informasi tersebut perlu dikaji secara hati-hati agar tidak menimbulkan stigma prematur terhadap pihak-pihak tertentu, saat awak media (dumainews) meminta pandangan hukumnya atas pemberitaan yang ada.

Menurut praktisi hukum dan sekaligus akademisi ini Dr (Cand) Eko Saputra, S.H.,M.H secara yuridis terdapat asas fundamental dalam hukum acara pidana, yakni asas praduga tak bersalah (presumption of innocence) sebagaimana diatur dalam Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman serta Pasal 3 KUHAP. Artinya, seseorang tidak dapat diperlakukan seolah bersalah sebelum adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

“Setiap informasi mengenai dugaan tindak pidana, terlebih yang menyebut nama individu, harus mengedepankan prinsip kehati-hatian. Tidak bisa serta merta seseorang dicap dicekal atau terlibat tanpa dasar hukum yang jelas,” tegas Eko.

Ia menjelaskan, pencekalan atau pencegahan ke luar negeri hanya dapat dilakukan berdasarkan permintaan penyidik kepada Dirjen Imigrasi sesuai Pasal 91 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian. Bahkan, langkah tersebut harus didasarkan pada status hukum seseorang, apakah sudah menjadi tersangka atau masih dalam proses penyelidikan.

“Kalau statusnya masih sebatas saksi, maka pencekalan tidak serta merta dapat dilakukan. Jadi, penting bagi publik untuk memahami perbedaan posisi hukum seseorang dalam perkara pidana,” tambahnya.

Lebih lanjut, Eko juga menekankan bahwa pemanggilan oleh aparat penegak hukum, jika pun ada, dalam hal ini Kejaksaan Tinggi Riau, merupakan bagian dari proses klarifikasi dan pembuktian awal. Namun, hal itu tidak serta merta dapat diartikan sebagai bentuk keterlibatan atau kesalahan pihak yang dipanggil.

“Oleh karena itu, menyikapi dari pertanyaan rekan - rekan media atas pemberitaan yang ada semestinya tetap menjunjung tinggi asas cover both side sesuai Kode Etik Jurnalistik Pasal 1 dan Pasal 3, agar tidak menghakimi sepihak dan menjaga marwah hukum serta hak asasi setiap warga negara,” jelasnya.

“Dan ini penting yang harus sama-sama kita pahami dalam pemahaman hukum kita di dalam penggunaan media sosial dan digital saat ini, dan jangan nantinya berdampak atas pemahaman yang salah menimbulkan kerugian bagi seseorang, apalagi menimbulkan suatu tindak pidana atas informasi yang belum tentu kebenarannya.

Sebagai praktisi hukum dan sekaligus akademisi di bidang ilmu hukum, ia mengingatkan masyarakat agar menyikapi informasi hukum secara proporsional. Proses hukum yang sedang berjalan harus dihormati dan tidak boleh dijadikan alat penghakiman opini publik, apalagi mengecam tendensius pada individu seseorang yang belum pasti kabarnya,’tuturnya.

“Sekarang ini yang paling penting adalah menunggu langkah resmi dari penegak hukum jika pun ada proses hukum tersebut. Jangan sampai opini yang berkembang justru mengganggu independensi aparat penegak hukum maupun merugikan nama baik seseorang,” tutup Eko.

Sebelumnya diberitakan, informasi dari salah seorang warga Dumai di lingkaran Walikota Dumai meminta info kepada dalam percakapan WhatsApp rekanya kebenaran Direktur RSUD Dumai yang dilaporkan LSM dugaan manipulasi anggaran pembelian alat kesehatan dengan fee sebesar Rp. 7 miliar dari nilai proyek Rp. 14 Miliar dicekal ke luar negeri. (atau kasus lain?).

Ada juga yang menyebut pencekalan itu rumor, “mungkin menguji nyali Kejati Riau untuk mengusut kasus laporan LSM Mitra Ria kali,” kata warga Dumai itu.

Orang dekat Ridho dikonfirmasi mengaku belum tahu, namun katanya “kalau melihat keberadaan drg Ridhonaldi saat ini memang susah dilacak, pasalnya banyak yang mencari beliau ke RSUD Dumai selalu tidak pernah ditemukan,” katanya.  

Dugaan permulaan permufakatan jahat pengadaan alkes RSUD Dumai dengan Bos PT. Hematech Nusantara bernama Hanif Ahdi Fiddini, sebelumnya terciduk oleh beberapa rekan Hanif salah satunya bernama Pramono.

Pramono sendiri disebutkan sebagai mediator pengamanan uang hasil bagi - bagi fee pembelian alkes RSUD Dumai (dugaan pemufakatan jahat anggaran pengadaan alat kesehatan).

“Pramono itu membawa nama Menteri Dalam Negeri (mendagri) Tito Karnavian untuk meyakinkan Hanif yang sedang dikejar Ridho karena memberikan fee proyek diduga dengan cek kosong senilai 7 miliar,” kata Ketua DPW LSM Monitoring Independen Transparansi Anggaran (Mitra) Prov Riau, Martinus Zebua, SH, Sabtu (23/8/25).

Kata Martin “langkah - langkah yang ditempuh Pramono adalah membujuk yaitu dengan minta bantu melalui Mendagri Tito Karnavian atau orang - orang Tito di Mendagri dan melalui partai  pendukung Faisal walikota Dumai untuk menonjobkan Ridho,” demikian yang dilaporkan kepada Martin oleh Amma yang merupakan teman Bos PT. Hematech Nusantara bernama Hanif Ahdi Fiddini.

Dikonfirmasi terkait dugaan bagi - bagi uang manipulasi proyek pengadaan alat bedah (alkes) dengan fee sampai Rp. 7 miliar untuk Direktur RSUD Dumai, drg Ridhonaldi, tak menjawab bahkan selalu berganti - ganti nomor telepon.

Sementara Pramono sebagai cukong mediator menyelesaikan kasus kongkalingkong fee proyek alkes diduga ada permainan? itu tak berani menjawab?.

Walikota Dumai Paisal sendiri dikonfirmasi malah memblokir Hp redaksi, bahkan anehnya lagi Bos PT. Hematech Nusantara bernama Hanif Ahdi Fiddini dikonfirmasi juga memblokir dua nomor telepon pesan WhatsApp redaksi.

Salah satu kabid di RSUD Dumai dr Hafidz dikonfirmasi menjawab klarifikasi, “waduh, gak tahu juga saya Pak. Belum pernah dapat informasi dan belum pernah diceritakan juga Pak,” katanya singkat pada Sabtu (23/8/25).**


Komentar Via Facebook :