Capek Buat LP Di Polres Rohil Tak Ditanggapi?, Lawyer; Pak Kapolri Katanya Presisi Kok Seperti "Oposisi?"
Rokan Hilir - Kalau tidak salah disaat kepemimpinan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, slogan Polri diubah menjadi Presisi, presisi itu sendiri sih katanya merupakan akronim dari prediktif, responsibilitas dan transparansi berkeadilan.
Implementasi Slogan “Presisi” Polri Masih Belum Ditemukan di Lapangan Makna Polri Presisi Kata responsibilitas dan transparansi berkeadilan yang menyertai pendekatan pemolisian prediktif ditekankan agar setiap anggota Polri mampu melaksanakan tugasnya secara cepat dan tepat, responsif, humanis, transparan, bertanggung jawab, serta berkeadilan.
Terkait presisi yang digadang - gadang itu, sepertinya tak menyentuh ke bawah, seperti di Wilayah Hukum Polda Riau, khususnya di Polres Rokan Hilir (Rohil) dimana beberpa kali dari laoran warga beberpa kali membuat LP namun tidak satupun kasus laporan itu jalan.
“Klien kami sudah lama membuat laporan pengaduan (LP) di Polres Rohil (tanggal 19 nov Tahun 2010) No ; STPL/B/PL/196/XI/2010 perihal TP memgunakan surat palsu atas lahan di Rohil, namun belum terdengar ada proses hukum dan kepastian hukum terhadap laporan klien kami itu, wajar kami menduga ini adalah oposisi bukan presisi,” kata Salah seorang kuasa hukum Dewi Maya Tanjung, Tommy Freddy Simanungkalit, S.Kom., SH., MH., Senin (18/11/24).
Kemudia kata Tommy “kliennya juga lapor tahun 2015, NO STPL/183/XI/2015/Riau/SPKT terkait dugaan pengelapan atas hak yang dilakukan oleh Bastian di lahan sawit Kebun 88 di Pemburu, Wilayah Kepenghuluan Rantau Bais, Rokan Hilir, laporan ini meneruskan laporan sebelumnya, namun juga tidak jalan”.
“Ada lagi lanjut ke Laporan NO ; STPL/26/III/2016/Riau/Res Rokan Hilir tanggal 3 Maret 2016 terkait dugaan pencurian oleh Winaraya, laporan diterima namun sampai saat ini pihak Polres Rohil tidak satupun menanggapi atau tidak terdengar ditindak lanjuti. Terkesan Polisi mengabaikan laporan klien kami,” kata Tommy yang meminta Kapolri komitmen dengan program posisinya dimana katanya Polisi harus ‘responsif, humanis, transparan, bertanggung jawab, serta berkeadilan’.
Bahkan baru - baru ini “tim hukum kita juga sudah membuat laporan, tapi laporan itu tidak diterima dengan alasan belum ada putusan MA”.
“Sementara kita sudah disampaikan (diperlihatkan) putusan MA yang dimaksud penerima laporan itu. Bukan memproses melihat putusan itu saja mereka tidak mau degan alasan mereka sudah tahu, namun laporan semakin tidak jalan,” tegas Tommy.
Terkait laporan jadi “es batu” di Polres Rohil kata Tommy kepastian hukum atas laporan itu tidak jadi preseden buruk bagi penegakan hukum di negara konoha ini.
“Akibatnya tragedi berdarah nyaris saja terjadi di lahan sawit Kebun 88 di Pemburu, Wilayah Kepenghuluan Rantau Bais, Rokan Hilir (Rohil) pada Minggu (17/11/24).
Selain Tommy banyak pihak berharap Polisi netral, bukan membela para pihak namun apabila ada pihak lain yang berpotensi keributan selayaknya potensi keributan itu di diginkan “karena Polisi mengayomi seluruh masyarakat”.
“Untung saja tidak terjadi klien kami dibacok puluhan orang yang membawa senjata tajam,” katanya.
Lanjutnya, “membawa senjata tajam oleh orang yang bukan penduduk setempat kepada tim pemilik kebun sawit milik Dewi Maya Tanjung yang memiliki lahan kini warga yang menyaksikan berikut videonya telah memberitahukan kepada Polda Riau”.
“Kami minta Kapolda Riau menegakkan hukum dan proses orang suruhan Abdul Rahman Silalahi,” kata Tommy sebelumnya.
“Kebun ini milik klien kami Dewi sejak tahun 1997, kemudian digugat oleh Winarto dan sesuai Putusan MA No ; 1595 K/Pdt/2023 seluruh gugatan itu dimenangkan klien kami Dewi Maya Tanjung, tapi dalam proses gugatan ini diduga dengan sengaja Winarto acak-acak menjual kepada Abdul Rahman Silalahi yang jelas tidak masuk sebagai pihak dalam gugatan, maka masalah baru timbul,” kata Tommy.
Dikonfirmasi Kapolres Rokan Hilir (Rohil) AKBP Isa Imam Syahroni Kapolres dan Kasat Reskrim AKP I Putu Adi Juniwinata, S.Tr.K., S.I.K., M.Si., beberapa kali tak menjawab.**
Komentar Via Facebook :