SE Jaksa Agung dan Perma MA Terkesan Diabaikan - Pelapor Bukan Pemilik, Ada Apa Krimum Polda Riau Menahan Tokoh Sakai?
Kabar Duri - Ironis, sungguh diluar dugaan oleh banyak pemerhati Hukum di Riau, pasalnya penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum Subid III Jatanra Polda Riau, mentersangkakan dan menahan Bathin Solapan, Reno hanya karena laporan oleh seseorang yang bukan sebagai pemilik tandan buah sawit (TBS) yang mengaku dicuri di lahan luar HGU PT Muriniwood Indah Industr (MII) di desa Bathin Solapan, Duri,.Bengkalis, Riau.
Tragisnya lagi laporan securty ini tidak sesuai dengan lokus atau tempat kejadian perkara, sebab laporan security itu berbeda desa, “artinya laporan didesa lain kejadian didesa sebelah. Karena laporan salah lokasi kasus itu selayaknya dihentikan karena error in objek”. Apalagi ada bukti pernyataan tertulis dari Kepala Desa dimana lokasi laporan dan kejadian yang dihadirkan kepada penyidik.
Berdasatkan Delik aduan pasal 362 KUHP pencurian biasa memang boleh dilaporkan orang lain, namun pihak penyidik penyidik harus mengkronpotir legalitas kepemilikan. “artinya penyidik harus memeriksa legalitas kepemilikan lahan kalau status kepemilikannya lahan itu tidak bisa membuktikan itu lahan mereka maka kasus ini jangan dipaksakan apalagi menahan terlapor ditahan di strap sel atau dalam penjara ada penjara yang lebih menyakitkan “ini sama saja melanggar hak azazi manusia”.
Kepada pihak Kejkasaan Tinggi Riau tentunya harus bijak menerima kasus ini, sebab berdasarkan Surat Edaran (SE) Jaksaan Agung (Kejagung) RI Nomor: SE-013/A/JA/12/2011 tentang Pedoman Tuntutan Pidana Perkara Tindak Pidana Umum masih berlaku bagi seluruh kejaksaan di Tanah Air.
Terkait SE Jaksa Agung ini Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung Harli Siregar merespons banyak sengketa lahan yang berujung saling mengkriminalisasi salah satu pihak.
“Banyak sengketa lahan yang berujung saling mengkriminalisasi salah satu pihak, Jaksa di daerah harus jeli agar tidak mengorbankan para pihak,” katanya.
Sementara kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum)Kejaksaan Kejaksaan Agung Harli Siregar, "SE itu sekarang dituangkan dalam Pedoman Nomor 24 Tahun 2021 tentang Penanganan Perkara Tindak Pidum".
Dalam SE Jaksa Agung itu disebutkan bilamana Kajati dan Kajari menerima SPDP dari penyidik yang objek perkara pidananya berupa tanah maka hendaknya diatensi secara sungguh-sungguh dengan menyikapi secara objektif, profestonal dan proporsional sehingga tidak mudah dipengaruhi oleh manuver-manuver dari oknum-oknum yang memiliki kepentingan pribadi.
Melalui SE itu juga Jaksa Agung telah mendelegasikan kewenangan kepada para Jaksai dalam melakukan pengendalian tuntunan perkara tindak pidana umum sehingga dengan kewenangannya diharapkan para Kajati dan Kajari memiliki kemandirian fungsional,keberanian keberanian bersikap dan bertindak selaras dengan rasa tanggung jawab profesi yang tinggi.
“Poin lainnya, ialah Kajati dan Kajari diminta memberikan bimbingan dan petunjuk kepada para jaksa di wilayah hukum masing-masing, bilamana menerima SPDP dari penyidik yang objek perkaranya berupa tanah agar jeli memahami anatomi kasusnya dengan menentukan terlebih dahulu status hukum kepemilikan tanah berdasarkan alasan hak yang dimiliki, untuk sampai kepada pendapat bahwa perkara yang bersangkutan adalah perkara pidum atau perkara perdata murni,” katanya.
“Pedoman lain yang tak kalah penting dari SE itu ialah jika anda pihak yang melanggarnya, misalnya berupa penyerobotan tanah maka kasus tersebut dapat dipidanakan. Namun sebaliknya, jika sekiranya kasus yang objeknya berupa tanah yang belum jelas status hukum kepemilikannya,” ulasnya,
Sekadar mengingatkan penyidik Polda Riau Peraturan Mahkamah Agung RI (Perma) No : 02 Tahun 2012 tentang penyelesaian batasan tindak pidana ringan dalam KUHP Pasal 1, pasal 364, 373, 379, 384, 407 dan pasal 482 KUHP dan pasal II “dalam menerima pelimpahan perkara Pencurian, Penadahan dari Penuntut Umum, Ketua Pengadilan wajib memperhatikan nilai barang atau uang yang menjadi obyek obyek perkara dan memperhatikan Pasall tersebut”.
“Pasal 2 jelas menerangkan apabila nilai barang atau uang tersebut bernilai tidak lebih dari Rp 2.5 juta, maka Ketua Pengadilan segeralah menetapkan Hakim Tunggal untuk memeriksa,mengadili dah memutus perkara tersebut dengan Acara Pemeriksaan Cepat yang diatur dalam Pasa120S-210 KUHAP”.
Sedangkan pasal 3 “apabila terhadap terdakwa sebelumnya dikenakan penahanan, maka Ketua Pengadilan tidak menetapkan penahanan ataupun perpanjangan penahanan”.
Sedikit informasi kepada kapolda Riau, Kajagung RI dan Ketua Mahkamah Agung RI kalau lahan tersebut berdasarkan bukti yang ada bukan milik PT Muriniwood Indah Industri (MII) anak perusahaan Surya Dumai Group, terungkap dari pengakuan perwakilan anak kemenakan Bathin Sobanga dari suku Sakai Duri, Firdaus.
Kasus ini pertama muncul dari persoalan dengan PT Muriniwood Indah Industri tahun 2017 ada berita acara serah terima tanaman kelapa sawit antara direktur utama dengan 3 perwakilan dari masyarakat sakai.menurut
Menurut Firdaus, konflik ini terjadi karena PT Muriniwood Indahnya Industri (MII) anak perusahaan Surya Dumai Group, ingkar janji sebab sesuai kesepakatan lahan diluar HGU perusahaan ini sudah diserahkan kepada anak kemenakan suku sakai Sobanga (Buktikan Serah terima kebun kelapa sawit No : 02..0.4/BA/004/XII/2017).
“Kesepakatan sudah ditanda tangani oleh Direktur utama Harianto Tanamoeljono dimana MII telah menyerahkan kebun kelapa sawit tersebut kepada 3 perwakilan suku sakai yang diwakili Iwandi, Muhammad Nasir dan Muhammad Yatim, seluas 361 hektar. Namun sampai saat ini tanaman kelapa sawit umur 20 tahun tersebut tak bisa dipanen masyarakat,” kata Firdaus.
Kata Firdaus, “HGU seluas 7886 hektare PT Murini terbit tahun 1999 namun ketika diukur ulang oleh dengan bukti BPN No 313/600/2000 malah ditemukan perusahan ini menggarap lahan diluar HGU seluas 748 Hektar”.
“Kelebihan inilah yang kita duga takut diketahui pemerintah, nah kita duga Group Surya Dumai membuat kesepakatan dengan warga memakai kelompok masyarakat persukuan sakai agar lahan tersebut aman,” katanya.
Alasan perusahaan masih menguasai lahan sawit ini menurut Firdaus tidak logis dengan dalih IUP dengan SK pelepasan kawasan hutan tahun 1997, sementara lahan ini tidak masuk HGUPT MII.
Lahan sawit diluar HGU itu sudah diserahkan kepada masyarakat namun masih dikelola perusahaan. “Kita minta perusahaan menyerahkan lahan itu kepada masyarakat dan masalah panen memanen perusahaan jangan ada ikut campur,” katanya.
Atas kejadian ini Firdaus mewakili anak kemenakan Bathin Sobanga, dan meminta Gubernur Riau untuk memanggil perusahaan atau PT MII untuk memediasi hal tersebut agar hak masyarakat tidak diusik lagi oleh Pt MII.
Selain itu kata Firdaus, bukti lahan tersebut berada diluar HGU dibuktikan surat BPN NO ; SK.012/981-678/XII/2023. “Itu dari hasil telaah status lahan oleh Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah XIX Riau. “Lahan tersebut berada diluar HGU, maka MII kita minta segera diserahkan kepada masyarakat,” pungkas Firdaus.
Dikonfirmasi pihak PT Muriniwood Indah Industri, Thomas tidak menjawab sementara terkait kasu ini Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Riau Kombes Pol. Asep Darmawan, S.H., S.I.K. dikonfirmasi memberikan jawaban "informasinya sudah tahap dua, tinggal menyerahkan BB dan tersangka," katanya.
Anehnya lagi Kepala Kepolisian Daerah Riau, Irjen. Pol. Mohammad Iqbal, S.I.K., M.H., dan Kabid Humas Polda Riau, Kombes Pol Anom Karbianto, dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp kompak bungkam.**
Komentar Via Facebook :