Kasus JR Bergulir ke Praperadilan, Polsek Pujud Jadi Termohon Prapid di PN Rohil

Kasus JR Bergulir ke Praperadilan, Polsek Pujud Jadi Termohon Prapid di PN Rohil

Foto : Data SIPP dan Halim S.H Selaku Kuasa Hukum pemohon Praperadilan yang di ajukan oleh JR

Rokan Hilir  — Kantor Hukum Hartono & Rekan resmi mendaftarkan permohonan Praperadilan terhadap Polsek Pujud, Polres Rokan Hilir ke Pengadilan Negeri (PN) Rokan Hilir, Provinsi Riau. Permohonan tersebut terdaftar melalui Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Rohil dengan Nomor Register 4/Pid.Pra/2025/PN.Rhl pada Senin (3/11/2025) sekitar pukul 14.00 WIB.

Pemohon dalam perkara ini berinisial JR, sedangkan termohon adalah Kepolisian Daerah Riau Resor Rokan Hilir Sektor Pujud. Permohonan itu diajukan terkait sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, dan penyitaan yang dilakukan terhadap JR pada 2 Oktober 2025 lalu.

Kuasa hukum JR, Halim Perdana, S.H dari kantor hukum Hartono & Rekan, membenarkan adanya pengajuan permohonan tersebut. saat di jumpai di halaman PN Rohil , Kamis (6/11/2025) sekira Pukul 12.00 Wib.

" Halim menjelaskan bahwa kliennya ditangkap aparat Polsek Pujud tanpa disertai surat penangkapan dan surat penahanan yang sah.

 “Penangkapan dilakukan di daerah Pos Portal Simpang Bingung, Desa Teluk Nayang, Kecamatan Pujud. Klien kami diborgol dan dibawa ke Polsek Pujud tanpa adanya surat resmi. Semua surat mulai dari laporan polisi, surat perintah penangkapan, hingga penetapan tersangka baru diterbitkan sehari setelahnya, yakni 3 Oktober 2025,” Ujarnya 

 " KOK HEBAT X  MAIN TANGKAP-TANGKAP SAJA,  MEMANG NEGARA INI BUKAN NEGARA HUKUM”  Ungkap Halim.

Menurutnya, penerbitan seluruh surat perintah setelah penangkapan dilakukan merupakan bentuk penyalahgunaan kewenangan dan tidak sesuai dengan prosedur hukum acara pidana. Ia menyebut, dalam perkara ini polisi mengacu pada Laporan Polisi Nomor LP/B/54/X/2025/SPKT.UNIT RESKRIM/POLSEK PUJUT, yang dikategorikan sebagai Laporan Polisi Tipe B—artinya merupakan delik aduan, bukan delik umum.

 “Kalau delik aduan, harus ada laporan atau pengaduan dari korban terlebih dahulu. Tidak bisa polisi langsung melakukan penangkapan. Ini bukan kasus narkoba atau pembunuhan yang bisa ditangkap langsung,” tegas Halim.

Halim juga menyoroti penerapan Pasal 335 KUHP tentang perbuatan tidak menyenangkan dalam perkara kliennya, yang menurutnya sudah dihapus melalui Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 1/PUU-XI/2013. Selain itu, tuduhan perampasan dan pemerasan yang disangkakan pun dinilai tidak memiliki bukti kuat.

 “Pemohon dituduh mengancam dengan parang, padahal tidak ada barang bukti parang. Lalu disebut melakukan pemerasan hanya karena masalah palang portal perusahaan PT Tunggal Mitra MEG. Apakah bisa palang portal disebut barang rampasan? Ini yang harus diuji di pengadilan,” ujarnya dengan nada heran.

Pihaknya juga menyinggung dugaan adanya unsur pemaksaan dan gratifikasi dalam penanganan kasus ini, serta dampak sosial yang dialami keluarga JR setelah penangkapan.

“Klien kami dipecat dari perusahaan, istrinya juga diberhentikan, sementara anak-anak mereka masih kecil dan bersekolah. Ini tidak hanya persoalan hukum, tapi juga kemanusiaan,” tambah Halim.

Permohonan praperadilan ini akan menjadi ujian bagi aparat penegak hukum di Rokan Hilir dalam menegakkan prinsip due process of law, bahwa setiap tindakan penegakan hukum harus berdasar pada prosedur yang sah sesuai ketentuan KUHAP. (Red)**


Redaksi

Komentar Via Facebook :