Serius Ungkap Dugaan Korupsi di PHR, Hinca Panjaitan Serahkan Dokumen ke Kejati Riau

Serius Ungkap Dugaan Korupsi di PHR, Hinca Panjaitan Serahkan Dokumen ke Kejati Riau

Pekanbaru - Komitmen mengungkap kasus dugaan korupsi di tubuh PT Pertamina Hulu Rokan (PHR), Anggota Komisi III DPR, Hinca Panjaitan kembali menyerahkan sejumlah dokumen penting ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau. 

"Sudah saya serahkan lewat penyidik, hampir 400 halaman. Ini untuk memudahkan penyidik. Dengan memberikan dokumen yang cukup kepada mereka (Kejati) , harusnya (penanganan kasus) ini bisa lebih cepat. Biar ini pembuka kotak pandoranya, seris nggak Kejaksaan ini untuk membongkar kasus ini," kata Hinca kepada Beritasatu.com, Sabtu (20/7/2024). 

Hinca melaporkan dugaan korupsi proyek geomembran di PT PHR wilayah kerja Blok Rokan senilai ratusan miliar. Proyek tersebut gunanya untuk mengatasi limbah B3 dari hasil pengeboran minyak. Ada empat nama yang dilaporkan Hinca yakni Edi Susanto, Ivan Zainuri, Fatahillah, Romi Saputra dan beberapa nama lainnya. "Yang paling bertanggungjawab itu Irvan Zainuri bdan Edi susanto," beber Hinca. 

"Dosa terbesar yang ditinggalkan oleh Chevron untuk dikelola oleh PHR Rp7, 5 triliun untuk mengatasi limbah selama Chevron ada. Salah satu isu yang sudah saya laporan adalah dugaan kecurangan, manipulasi, pemalsuan beberapa kebijakan dan tindakan PHR yang dinilai unprofessional dalam proses tender pengadaan geomembran. Yang mana material tersebut bernilai penting untuk menjaga lingkungan di sekitar project. Nilai proyek Rp 50 sampai Rp 75 triliun, untuk plastiknya (geomembran) Rp 209 miliar. Kalau ini dikelola dan berdampak buruk, nggak jadi ini di bor. Kalau tak jadi di bor, target Presiden Jokowi 1 juta barel per hari sampai hari ini belum tercapai," ungkap Hinca kepada wartawan, Sabtu (20/7/2024). 

Hinca mengungkap, plastik geomembran yang digunakan untuk proyek tersebut seharusnya diuji kelatakannya oleh Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Karena BRIN memiliki kewenangan untuk memberikan sertifikasi terhadap plastik yang akan digunakan dalam proyek geomembran tersebut. 

"Apa yang terjadi, surat dari BRIN dipalsukan. Jadi seolah-olah ada (pengesahan,red) dari BRIN. Dilakukan pembayaran dan kemudian ketemu ada masalah dan akhirnya dihentikan. Karena kerugian baru Rp16 miliar dari Rp209 miliar. Saya minta BRIN pro aktif melaporkan karena lembaga ini harus kita jaga. Jelaskan secara benar apa saja yang salah agar ini cepat selesai," tuturnya. 

Hinca meminta seluruh pegawai Kejaksaan yang menduduki posisi strategis di BUMN harus segera ditarik. 

"Gak mungkin badanmu sebagian di sana terus kau lagi disini. Saya menyebutnya perselingkuhan penegakan hukum itu terjadi. Jaksa tidak bisa jadi pengacara negara  untuk BUMN, karena BUMN entitas swasta yang uang atau modalnya dipisahkan. Agar instansi Kejaksaan kembali pada rohnya sebagai seorang penuntut mewakili negara bukan penurut. Dia menjadi penurut kalau sudah menjadi tim legalnya di sana, karena menjadi bagian, hilanglah fungsi penuntutan itu. MoU antara Kejaksaan dan BUMN khususnya Pertamina dan seluruh subholdingnya seperti PHR tampaknya dijadikan sebagai tameng bagi individu-individu yang terlibat dalam tindakan melawan hukum," ungkapnya. 

"Pikiran yang saya sampaikan ini sangat serius untuk perbaikan ke depan. Saya sudah sampaikan kepada Kejati Riau. Hari ini saya kasih dokumennya biar lebih cepat kerja. Dan saya minta yang diperiksa bukan hanya bawah termasuk Dirut paling atas dari Pertamina. Saya berharap teman-teman Kejaksaan Agung masuklah bkeng wilayah ini untuk menyehatkan sumber daya alam kita seperti yang dilakukannya di Babel," Pungkasnya Hinca. 

Sebelumnya, Hinca Panjaitan membuat laporan ke Kejati Riau terkait dugaan korupsi dan manipulasi tender proyek geomembran di PT Pertamina Hulu Rokan (PHR), Rabu (26/6/2024). Hinca menyebutkan, dalam proyek tersebut ditemukan dugaan pemalsuan dokumen dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).(*) 


Redaksi

Komentar Via Facebook :