Kasus Dugaan Korupsi di PMI Riau, Jaksa Periksa 160 Vendor dan Eks Kadiskes
Pekanbaru - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau telah memeriksa dan mengecek setidaknya 160 vendor dalam kasus dugaan korupsi dana hibah di PMI Riau.
Plh Kasi Penkum Kejati Riau, Iwan Roy Carles mengatakan, saat ini pemeriksaan terhadap saksi-saksi terus berjalan. "Saat ini kita terus melakukan pemeriksaan dan proses penyidikan berjalan. Pada saat ini kita sedang memeriksa vendor-vendor yang ada di kontrak-kontrak tersebut dan pemeriksaan terus berjalan. Kalau vendor ada sekitar 160-an," ucap Iwan kepada wartawan, Rabu (17/7/2024).
Dia menjelaskan, untuk mendalami kasus tersebut, Kejati Riau juga telah memeriksa mantan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Riau, Zainal Arifin beberapa waktu lalu.
"Dia sudah pernah diperiksa, tapi untuk pemeriksaan-pemeriksaan selanjutnya belum ada, hari ini belum ada," tuturnya.
Dari pantauan di Kejati Riau, Rabu (17/7/2024) siang, eks Kadiskes Riau Zainal Arifin terlihat keluar dari basemen gedung Kejaksaan Tinggi. Saat dikonfirmasi perihal kedatangan Zainal, dia enggan berkomentar banyak. "Klarifikasi saja, masalah Pak Syahril Abu Bakar. Langsung sajalah ke jaksa," singkatnya.
Sebelumnya, Ketua PMI Provinsi Riau, Syahril Abu Bakar melalui kuasa hukumnya Dwi Wibowo Law Firm & Partners membatah telah menyelewengkan dana hibah dari APBD Riau sejak 2019 hingga 2022.
Penasehat hukum PMI Riau, Dwi Wibowo mengatakan, dana hibah dari APBD Riau tahun anggaran 2019 hingga 2022 yang dipermasalahkan itu total senilai Rp6.150.000.000.
"Proses ini tidak serta merta kita mendapatkan Rp6,15 miliar totalnya. Tapi bertahap mulai dari tahun 2019 sampai tahun 2022. Laporan Hasil Audit (LHA) yang diterbitkan Inspektorat berdasarkan rekomendasi dan saran dianggap temuan. Kita telah melakukan setor ke kas daerah terhadap temuan itu," ucap Dwi Wibowo, Jumat (12/7/2024).
Dijelaskan, kasus ini bermula dari temuan Inspektorat Provinsi Riau pada tahun 2022 terkait belanja markas PMI Provinsi Riau. Atas temuan itu PMI Riau diminta mengembalikan uang Rp330 juta.
Selanjutnya, Inspektorat juga meminta PMI Riau untuk melengkapi secara administrasi. Terkait hal ini, PMI Riau telah memenuhi permintaan tersebut.
"Dari proses dana hibah tahun 2019-2022, dana hibah yang dianggap Inspektorat itu dikorupsi oleh PMI Riau itu tidaklah benar. Karena dana itu sudah kita kembalikan semuanya sesuai hasil temuan audit Inspektorat," ungkap Dwi.
Terkait hal ini, pihaknya telah menyurati Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau dengan melampirkan bukti setor terhadap temuan dari Inspektorat tersebut.
"Total keseluruhan yang telah kita setorkan ke kas daerah yaitu sebesar Rp483.330.250," ungkap Dwi.
Soal gaji, kata Dwi, sudut pandang antara PMI Riau dan Inspektorat dinilai belumlah sama. Menurutnya, pegawai layak menerima honorarium setelah melakukan kegiatan.
"Ini yang menjadi dilematis karena menyangkut hak orang. Tapi 2019 sampai 2022 tidak menjadi masalah selama honorarium itu diberikan. Kenapa di akhir tahun 2022 menjadi suatu temuan dan itu harus dikembalikan dari tahun 2019 dengan total Rp330 juta, ini lah yang aneh," tutur Dwi.
Dwi meminta agar penegak hukum tetap mengedepankan azas praduga tak bersalah dan melihat lebih jauh fakta hukumnya. "Apa benar PMI merugikan keuangan negara sebanyak Rp5 miliar, inilah fakta yang kami sampaikan. Dengan mengembalikan uang kegiatan sabesar Rp483 kegiatannya sudah dilaksanakan, PMI Riau yang rugi. Seandainya kelebihan bayar, itu yang akan kita kembalikan," pungkas Dwi.(ref)
Komentar Via Facebook :