Penyidik Krimsus Diduga tidak Profesional, Kapolda Riau Didesak Dicopot

Penyidik Krimsus Diduga tidak Profesional, Kapolda Riau Didesak Dicopot

Markas Polda Riau (okeline/ref)

Pekanbaru - Kalahnya Polda Riau di Praperadilan (Prapid) melawan tersangka eks Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Kampar, dr Zulhendra Das'at berbuntut panjang. Saat ini Tim kuasa hukum Zulhendra, tengah menyiapkan gugatan perdata dan etik terhadap Polda Riau.

Zulhendra yang ditetapkan tersangka oleh Direktorat Kriminal Khusus (Ditkrimsus) Polda Riau beberapa waktu lalu itu menanh gugatan Praperadilan (Prapid) di Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru.

Melihat kasus ini, pakar hukum dan ahli pidana forensik, Dr Robintan Sulaiman menilai, dalam kasus ini penyidik tidak professional. "Ya pasti tidak professional, cuma kan masalahnya dia (tersangka) kan mau mengembalikan kerugiannya selama ditahan, itu dibuktikan saja karena di Prapid sudah menang," kata Robintan, Senin (3/6/2024).

Dia melihat, terdapat dua hal yang berbeda dalam kasus ini. Pertama terkait masalah penyidikan dan soal gugatan praperadilan. Penting dicermati adalah, soal benar atau tidaknya tuduhan yang dialamatkan oleh polisi kepada tersangka. 

"Kalau tidak benar, maka diuji di Prapid. Artinya dari proses penangkapan dan penetapan tersangka tidak benar sehingga tersangka punya hak untuk mem prapid kan penyidik. Apakah salahnya itu di penyidik, ya penyidik harus bertanggungjawab. Institusi bertanggungjawab terhadap penyidikannya, penyidiknya kalau ada kerugian bisa digugat secara pribadi dia kalau dia melakukan sifatnya kesewenang-wenangan tanpa aturan. Sudah benar kalau itu digugat," kata Dr Robintan. 

Dr Robintan menilai, dalam kasus ini penyidik tidak professional. Untuk itu pihak yang dirugikan dalam kasus ini bisa menggugat Polda Riau dan penyidik secara perdata di pengadilan. 

Lebih lanjut Dr Robintan menguraikan, ketika penyidik menemukan bukti baru dalam kasus ini, maka perkara ini bisa dilanjutkan kembali. Penyidikan merupakan kewenangan dari penyidik. "Jadi penyidik menentukan, apakah sudah memenuhi unsur atau tidak. Kalau memenuhi unsur sudah pasti penyidik melakukan penahanan. Cuma, penyidik tidak boleh sewenang-wenang terhadap tersangka,"lanjutnual. 

"Intinya, prapid itu menyangkut institusi. Tapi kalau kita bisa buktikan ada kesalahan pribadi dari penyidik, dia bisa digugat juga secara perdata. Gugat boleh-boleh saja, masalahnya kita bisa buktikan atau tidak. Gugat kan gampang, tapi membuktikannya yang susah," sambungnya.

Terpisah, penasehat hukum dr Zulhendra Das'at, Mevrizal mengatakan pihaknya mendesak Mabes Polri untuk mencopot Kapolda Riau Irjen M Iqbal, Direktur Reserse Kriminal Khusus, Kombes Nasriadi dan penyidik yang menangani kasus tersebut. Langkah ini ditempuh karena menurut Mevrizal, kliennya telah memenangkan gugatan Praperadilan (Prapid) di Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru melawan Ditkrimsus Polda Riau. 

"Ini akan kita laporkan ke Div Propam Mabes Polri dan mendesak Kapolda untuk dicopot," tegasnya. 

Kata dia, dalam kasus ini pihak kepolisian tidak menggunakan azas kehati-hatian dalam menetapkan seseorang sebagai tersangka dan tak mengedepankan azas praduga tidak bersalah. 

"Ketika hak asasi orang dirampas, kemerdekaan orang dihilangkan dengan melakukan penahanan sangat luar biasa. Karena ini tanggung jawab institusi, yang bertanggung jawab pimpinan tertingginya, yaitu Kapolda, Dirkrimsus dan penyidik. Ini harus diganti serangkai, mudah-mudahan di dengar Kapolri," kata Mevrizal. 

Kini kliennya itu telah divonis bebas oleh majelis hakim pada sidang putusan perkara nomor 2/Pid.Pra/2024/PN Pbr yang digelar pada Jumat (31/5/24) lalu. Zulhendra mengajukan prapid terkait sah atau tidaknya penetapan dirinya sebagai tersangka. 

"Prapid telah menggugurkan status tersangka dari Kadiskes Kampar yang dituduhkan melakukan percobaan suap. Ternyata barang (bukti, red) yang diantarkan ke rumah Kadis, barang yang disuruh atas perintah penyidik. Di sidang Prapid kami sampaikan kalau perolehan barang bukti itu cacat formil," kata Mevrizal. 

Menurutnya, barang bukti uang senilai Rp 85 juta tersebut menurut penyidik di persidangan diperoleh berdasarkan control delivery. "Ternyata control delivery (bisa digunakan, red) hanya untuk kasus narkoba dan tidak boleh untuk kasus korupsi. Penegakan hukum secara melawan hukum tentu upaya Prapid diajukan," beber Mevrizal. 

Akibat kasus ini, kliennya telah ditahan selama 120 hari di Polda Riau dan kehilangan hak-haknya sebagai pegawai negeri sipil (PNS). 

"Langkah selanjutnya kami mengajukan gugatan ganti kerugian ke PN Pekanbaru. Banyak kerugian materil dan in materil yang dialami oleh klien kami. Kalau kerugian materi kan ada batasannya dalam undang-undang, kalau in materil kan tak terbatas. Mungkin kita tuntut bisa lebih kurang Rp 15 miliar," ucap Mevrizal. 

Selain tuntutan ganti rugi, kata Mevrizal, pihaknya juga akan melaporkan penyidik ke Div Propam Mabes Polri terkait adanya dugaan rekayasa perkara atau adanya penyimpangan standar penyidikan. Akibat kasus ini, kliennya sudah satu tahun tidak aktif sebagai ASN dan dicopot dari jabatannya sebagai Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Kampar. 

Sementara itu, Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Riau, Kombes Nasriadi ketika dikonfirmasi melalui pesan singkat sejak Minggu (2/6/2024) masih membisu seolah enggan berkomentar.(ref)


Redaksi

Komentar Via Facebook :