Akibat Teledor Berujung Sengketa PTPN VIII Vs Markaz Syariah

Akibat Teledor Berujung Sengketa PTPN VIII Vs Markaz Syariah

Jakarta - Juru Bicara BPN Teuku Taufiqulhadi menilai, jika pembelian tanah dari petani dijadikan sebagai dasar, maka itu sesuatu yang salah. Ia juga meyakini, mereka tidak punya sertifikat.

"Terkait Pernyataan tim hukum Muhammad Rizieq Shihab menyebut telah membeli tanah itu dari petani, itu melanggar hukum," kata Taufiqulhadi, Minggu (27/12/2020).

"Petani tersebut tidak berhak menjual tanah yang bukan miliknya. Apalagi, katanya para petani itu tidak memiliki sertifikat tanah sebagai bukti kepemilikan," lanjutnya.

"Karena tidak ada fakta kepemilikan, petani ini tidak boleh menjual. Jika ada pihak yang membeli lahan pada petani itu tidak sah secara hukum. Bahkan katanya, pembeli itu dapat disamakan dengan penadah barang gelap. Itu bukan pembeli yang beritikad baik namanya," ucap Taufiqulhadi.

"Idealnya, sebelum membeli sesuatu, periksa dulu sejarah kepemilikannya. Secara prinsip pembeli harus tahu, bahwa penjualan ini tidak sah karena tidak didukung bukti-bukti kepemilikan," sambung Taufiqulhadi.

Berbeda dengan Taufiqulhadi, Kuasa Hukum Habib Rizieq, Ichwan Tuankotta mempertanyakan perihal pembelian tanah hak guna usaha (HGU) Markaz Syariah. 

Menurutnya, tanah yang kini jadi tempat berdirinya Markaz Syariah diterlantarkan lebih dari 25 tahun oleh PTPN VIII. Kemudian, tanah yang ditelantarkan itu dibeli oleh Habib Rizieq dari petani.

Petani, kata dia, adalah pihak yang mengelola atau pihak penggarap tanah terlantar tersebut.

"Habib Rizieq membeli lahan itu dari para petani (penggarap), dalam keadaan telantar dan terbengkalai. Nah, faktanya sejak tahun 1991 diterlantarkan, itu berarti lebih dari 25 tahun," kata Ichwan, Minggu (27/12/2020).

Dia menjelaskan, seseorang atau badan usaha boleh membeli tanah yang diterlantarkan sebagaimana diatur dalam pasal 34 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria.

Apalagi katanya,"kalau tidak ada upaya dari pihak pemegang HGU untuk mengajukan perpanjangan atas kepemilikannya, maka, haknya bisa beralih," lanjutnya.

Ada tanggungjawab yang harus dilakukan oleh badan usaha atau seseorang yang kepadanya melekat Hak Guna Usaha atas sebidang tanah. Disamping kewajiban untuk mengusahakan tanah tersebut, si pemegang hak juga berkewajiban menjaga agar lahan yang dikuasainya tidak beralih kepada pihak lain.

Faktanya, sejak tahun 1991, lahan tersebut sudah digarap oleh petani yang memang butuh lahan untuk menyambung hidup. Nah,"selama ini kemana pihak PTPN VIII, kenapa ada pembiaran"katanya heran.**


Batara Harahap

Komentar Via Facebook :