Masyarakat Adat yang Hidup Turun-temurun di dalam Kawasan Hutan tidak Dapat Dipidana, Asal?

Jakarta - Mahkamah Konstitusi menegaskan, masyarakat adat yang hidup turun-temurun di dalam kawasan hutan tidak dapat dipidana atau dikenai sanksi administratif hanya karena berkebun di tanah leluhur mereka.
Selama aktivitas itu tidak ditujukan untuk mencari keuntungan, warga adat tidak wajib mengantongi izin usaha dari pemerintah pusat.
Putusan ini menjadi penegasan penting atas hak masyarakat adat dalam mengelola sumber daya alam yang selama ini mereka jaga.
MK menilai, ketentuan larangan berusaha di kawasan hutan dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja tidak dapat diberlakukan bagi masyarakat yang tidak memiliki kepentingan komersial.
”Ketentuan Pasal 17 Ayat (2) huruf b dalam Pasal 37 angka 5 Lampiran Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 yang mengatur mengenai larangan untuk melakukan kegiatan perkebunan di dalam kawasan hutan tanpa perizinan berusaha dari pemerintah pusat adalah tidak dilarang bagi masyarakat yang hidup secara turun-temurun di dalam hutan dan tidak ditujukan untuk kepentingan komersial,” ujar Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih saat membacakan pertimbangan hukum Putusan Nomor 181/PUU-XXII/2024 dalam sidang terbuka, Kamis (16/10/25) kemarin.
Dilihat dari laman kompas, “MK mengabulkan sebagian permohonan yang diajukan Perkumpulan Pemantau Sawit (Sawit Watch) yang diwakili oleh Nurhanudin Achmad”.
Suasana saat para hakim konstitusi mulai menggelar sidang putusan uji materi sejumlah undang-undang di ruang sidang Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (16/10/2025).
Salah satu putusan yang dibacakan dalam sidang ini adalah UU nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara.
Dalam putusannya, Mahkamah Konstitusi (MK) menegaskan pengawasan terhadap aparatur sipil negara (ASN) harus dilakukan oleh lembaga independen, bukan di bawah pemerintah.
Pemerintah diberi waktu dua tahun sejak putusan dibacakan untuk membentuk lembaga baru yang berwenang mengawasi penerapan sistem merit, nilai dasar, serta kode etik dan perilaku ASN.
Suasana saat para hakim konstitusi mulai menggelar sidang putusan uji materi sejumlah undang-undang di ruang sidang Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (16/10/2025).
Dalam pertimbangannya, MK menyinggung putusan sebelumnya, yakni putusan No 95/PUU-XII/2014 dimana MK sudah memberi perlindungan hukum terhadap masyarakat yang hidup secara turun-temurun di dalam hutan dan tidak ditujukan untuk kepentingan komersial.
Sementara Pasal 17 Ayat (2) huruf b dalam Pasal 37 angka 5 Lampiran UU No 6/2023 ditujukan untuk semua orang dan membuka sanksi administratif berupa pemberhentian sementara kegiatan usaha, pembayaran denda administratif, dan/atau paksaan pemerintah.
”Menurut Mahkamah, hal tersebut memiliki irisan esensi yang sama dengan pendirian Mahkamah dalam putusan Mahkamah Konstitusi dalam nomor 95/PUU-XII/2014,” Enny.
Ia melanjutkan, ”Berkenaan dengan hal tersebut, untuk menghindari agar tidak terjadi adanya tafsir yang tidak tunggal dan menimbulkan ketidakpastian hukum, melalui putusan a quo Mahkamah perlu untuk menyesuaikan semangat yang terkandung dalam norma Pasal 17 Ayat (2) huruf b dalam Pasal 37 angka 5 Lampiran UU No 6/2023, dengan Putusan Mahkamah tersebut, yaitu memberlakukan norma dimaksud dengan tetap mengecualikan tidak diberlakukan untuk masyarakat yang hidup secara turun-temurun di dalam hutan dan tidak ditujukan untuk kepentingan komersial.”
Komentar Via Facebook :