LSM Mitra Riau Dipanggil, Korupsi Pengadaan Interaktif Flat Panel Disdik Riau 2024 dan Pengadaan Alkes Dumai Semakin Terang

Pekanbaru - Ketua DPW LSM Monitoring Independen Transparan Realisasi Anggaran Riau (Mitra Riau) dipanggil Kejati Riau, guna memberikan keterangan terkait bagi - bagi fee 48 persen dari kontraktor PT. Hematech Nusantara kepada sejumlah pihak di Dumai.
Mitra Riau dikabarkan telah mengumpulkan seluruh data dari pihak-pihak yang bertanggung jawab untuk mengungkap dugaan Korupsi pada pengadaan Interaktif flat panel smartboard APBN murni tahun 2024 dengan anggaran kurang lebih Rp. 9,6 M di dinas pendidikan provinsi riau merupakan mega proyek yang sangat mencuri perhatian publik karena diduga melibatkan nama-nama para tertinggi di Riau.
Info saih yang diterima redaksi media ini ada salah seorang penerima uang fee proyek pemufakatan jahat anggaran pengadaan alat kesehatan (Alkes) RSUD Dumai, Pramono, dalam waktu dekat akan diundang oleh tim Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau.
Menurut informasi Pramono diundang oleh penyidik Kejati untuk menjelaskan terkait fee yang diberikan kepada Direktur Rumah Sakit Umum (RSUD) Dumai, drg Ridhonaldi, alias Ridho, senilai Rp. 7 miliar dari nilai proyek Rp. 13 miliar.
Ulasnya Martin “terhadap dugaan korupsi pada pengadaan Interaktif flat panel smartboard di Disdik Prov. Riau 2025 dengan Anggaran kurang lebih 9,6 M telah kami laporkan di Kejati Riau pada tanggal 30 Juli 2025”.
“Pada tanggal 10 September 2024 telah meminta keterangan klarifikasi kepada kami selaku pelapor dan tanggal 24 September 2025 kemarin telah diambil keterangan saksi kunci,” katanya.
Saksi kunci membenarkan kepada pihak Kejati Riau bahwa benar adanya fee 48 persen dari PT. Hematech Nusantara kepada mediator dan fee 48 persen tersebut telah dibagi-bagikan kepada pihak oknum petinggi baju coklat Rp.500 juta, oknum petinggi di kantor gubernur Riau Rp 500 juta dan para oknum di Disdik Prov. Riau 3 persen dari Anggaran, dan bahkan ada juga menghadap oknum dari Kejati Riau dan yang mengantarkan sejumlah uang fee tersebut kepada Oknum petinggi gubernur adalah rekanan PT. Hematech Nusantara atas nama inisial A.
“Dan bahkan fee yang seharusnya milik A diberikan kepada oknum di kantor gubernur Rp. 500 juta, malah si A hanya menyerahkan Rp. 380 Juta sehingga sisanya Rp. 120 Juta saksi kunci yang penuhi,” katanya.
Saksi kunci jelaskan lebih lanjut "bukan hanya itu, inikan lewat perjanjian. Artinya pengadaan barang kena denda senilai Rp, 500 juta yang harus dibayar oleh PT. Hematech Nusantara kepada pengguna anggaran (Disdik Prov. Riau) dan yang menerima uang itu adalah Kabid baru atas nama Alfitra dan Plt. Kadis nya atas nama ERD dan uang denda senilai Rp 500 ya diduga kuat dimakan sendiri oleh Alfira dan Plt. Kadis lah," tuturnya.
Martin menambahkan "ini jelas dugaan korupsi berjamaah yang melibatkan para petinggi riau dan kami meminta kepada pihak Kejati Riau untuk tidak takut dan segan mengungkap kasus ini”.k
“Makanya kami meminta secara tegas kepada Kejati Riau untuk memanggil dan memeriksa atas nama Andi selaku rekanan PT. Hematech Nusantara dan memeriksa Alfira selaku Kabid dan Plt. Kadis Disdik Prov. Riau selaku penerima uang denda Rp. 500 juta untuk mempertanggung jawabkan dan sebenarnya dimana di letak uang denda tersebut,” katanya.
“Kami percaya bahwa Kejati Riau merupakan satu-satunya gardan hukum terdepan bagi Riau yang mampu mengungkap kasus ini tanpa memandang siapa dan jabatan apa serta dari mana si para terduga oknum yang terlibat. Dan kami juga meminta kepada seluruh sahabat awak media untuk terus mengawal kasus ini agar tidak ada pihak yang mengambil kesempatan untuk kepentingan pribadi,” pungkasnya.**
Komentar Via Facebook :