Surat Perintah Kontroversial Dirut PHE ke Fransjono Lazarus Diduga Bermotif Penguasaan Proyek Senilai Rp 1.112 T?

Jakarta - Dalam suasana Kejaksaan Agung RI merampungkan proses penyidikan dan penuntutan terhadap kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang periode 2018-2023 yang melibatkan pejabat Pertamina di Sub Holding PT Pertamina Patra Niaga (PPN), PT Kilang Pertamina Internasional (KPI), PT Pertamina International Shipping (PIS) dan PT Pertamina Hulu Energi (PHE), ternyata ada kebijakan Dirut PT PHE Chalid Said Salim yang kontroversi.
Sebelumnya BPK RI pada Kamis (19/6/2025) dikabarkan telah menyerahkan hasil perhitungan kerugian negara pada kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang periode 2018-2023 kepada Jampidsus Kejagung. Menurut bocoran, BPK RI menyatakan kerugian negara sekitar Rp 70 triliun dari perkiraan awal Rp 193,7 triliun.
“Kebijakan kontroversi itu dipicu keluarnya Surat Perintah Dirut PT PHE Chalid Said Salim Nomor Prin-012/PHE00000/2025-S8 tanggal 17 Maret 2025 yang menunjuk Fransjono Lazarus sebagai Project Expert yang tidak pernah dilakukan oleh manajemen di lingkungan PT Pertamina (Persero) Holding dan Sub Holding sebelumnya,” ungkap Sekretaris Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) Hengki Seprihadi, Sabtu (21/6/25).
Menurut Hengki, dengan adanya surat penugasan dari Dirut PHE ke Project Expert Fransjono Lazarus itu, diduga merupakan upaya mengeliminir kewenangan Direktur SDM dan Penunjang Bisnis PT PHE, dimana Direktur SDM dan Penunjang Bisnis yang membawahi Vice President (VP) Supply Chain Management (SCM) dan Asset Management PT PHE dan puluhan anak-anak usahanya.
“Sebab, dari tujuh perintah yang diberikan kepada Project Expert Fransjono Lazarus itu, tiga di antaranya sangat krusial dan berbahaya, yaitu melakukan evaluasi atas organisasi SCM Sub Holding Upstream (SHU), termasuk seluruh Regional SHU dan memberikan rekomendasi kepada Dirut PT PHE. Kemudian juga mengevaluasi rencana implementasi organisasi manajemen strategi Supply Chain dengan sistem sentralisasi procurement dan melakukan evaluasi organisasi project di SHU dan memberikan rekomendasi kepada Dirut PT PHE,” beber Hengki.
Padahal, lanjut Hengki, Tugas, Pokok, dan Fungsi VP SCM PT PHE itu sangat strategis yang mencakup kepemimpinan dalam penyusunan strategi manajemen rantai pasok, termasuk pengadaan, analisis nilai, kontraktor, pemasok, inventaris dan manajemen persediaan, serta berperan dalam memastikan ketersediaan pasokan yang efisien dan efektif untuk mendukung operasional hulu migas PHE.
“VP SCM juga berfungsi memberikan persetujuan untuk setiap lelang yang bernilai di atas Rp 500 miliar yang dilakukan oleh anak-anak usahanya, seperti tender yang dilakukan oleh PT Pertamina Hulu Rokan (PHR), PT Pertamina Hulu Mahakam (PHM), PT Pertamina Hulu Indonesia (PHI), PT Pertamina EP (PEP) dan lainnya,” ulas Hengki.
Lebih lanjut Hengki mengutarakan, menurut Rencana Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP) PT PHE Tahun 2025 hingga 2029, belanja modal atau capital expenditure (Capex) yang akan dikelola oleh VP SCM PT PHE dan anak usahanya mencapai sebesar USD 67,4 miliar atau setara sekitar Rp 1.112 Triliun.
“Sementara itu, merujuk rekam jejak Fransjono Lazarus sewaktu menjabat sebagai Executive Vice President (EVP) Business Support PT Pertamina Hulu Rokan sejak awal tahun 2022 hingga 31 Januari 2023, banyak terjadi dugaan atur-mengatur tender atau lelang pengadaan yang berpotensi merugikan Pertamina,” ungkap Hengki.
Bahkan, kata Hengki, banyak pejabat PT PHR, termasuk Fransjono Lazarus diperiksa di Komite Audit PT Pertamina (Persero) sepanjang tahun 2023. Faktanya, Chalid Said Salim saat itu menjabat sebagai Direktur Utama PT PHR yang membawahi langsung Fransjono Lazarus.
Hengki lalu membeberkan, akibat penugasan yang kontroversial ini, telah timbul keresahan di internal PT PHE dan anak-anak usaha disebabkan ada upaya menguasai proses pengadaan senilai Rp 1.112 Triliun. Konon kabarnya, penempatan ini diduga ada peran Mister NZ dan kawan-kawan yang katanya melibatkan oknum penegak hukum untuk mengamankan proses hukum yang saat ini sedang diusut oleh Kejaksaan Agung,” beber Hengki.
“Pertanyannya, apakah pimpinan di PT Pertamina (Persero) Holding dan Kementerian BUMN serta BPI Danantara mengetahui dan menyetujui kebijakan Dirut PT PHE yang kontroversial dan meresahkan ini?,” tanya Hengki.
Terkait penugasan yang kontroversial ini, kata Hengki, CERI telah melayangkan konfirmasi resmi kepada Direktur Utama PT PHE Chalid Said Salim sejak hari Kamis (19/6/2025) yang lalu. Namun, hingga Rilis Media CERI ini disiarkan, Chalid Said Salim bungkam dan tidak memberikan keterangan apa pun.**.
Komentar Via Facebook :