Oh Bahlil, Empat Izin Tambang Nikel Raja Ampat Dicabut Presiden, "Lagi Bersembunyi di Balik Jari Ya?"

Jakarta - Direktur Eksekutif CERI, Yusri Usman, berpendapat “siasat Bahlil Lahadalia” untuk melepaskan diri agar tidak terlibat apapun terhadap munculnya izin-izin tambang nikel di Wilayah Pesisir dan Pulau Pulau Kecil, khususnya di salah satu kawasan konservasi paling penting di dunia oleh UNESCO di Geopark Raja Ampat di Provinsi Papua Barat Daya, tampaknya gagal total.
"Sebab, ternyata terungkap dari empat Izin Usaha Pertambangan (IUP) nikel di Kabupaten Raja Ampat yang telah dicabut oleh Pemerintah atas Keputusan Presiden Prabowo Subianto, ada IUP Operasi Produksi atas nama PT Anugrah Surya Pratama (ASP)," ujar, Yusri Usman, Senin (16/6/2025).
Menurut Yusri, IUP OP atas nama PT ASP itu ternyata telah diterbitkan kembali oleh Bahlil Lahadalia sebagai Kepala BKPM/Menteri Investasi atas nama Menteri ESDM pada 16 Agustus 2024, yaitu 5 hari sebelum Bahlil diangkat dan dilantik oleh Presiden Joko Widodo sebagai Menteri ESDM pada 21 Agustus 2024.
Sebagaimana diketahui, keputusan Presiden mencabut empat IUP kecuali PT Gag Nikel (BUMN PT Antam Tbk) itu diambil pada rapat terbatas di Hambalang Kabupaten Bogor pada 9 Juni 2025 lalu, yang kemudian diumumkan pada hari Selasa 10/6/25 oleh Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi dan Menteri terkait.
"Ternyata, IUP PT Anugrah Surya Pratama (ASP) bersama PT Mulia Raymond Perkasa (MRP) dan PT Nurham termasuk bagian dari 2.071 IUP yang pernah dicabut izinnya oleh Bahlil Lahadalia pada tahun 2022," beber Yusri.
Kala itu, lanjut Yusri, Presiden Joko Widodo telah menerbitkan Keputusan Presiden Nomor 1 Tahun 2022 Tentang Satuan Tugas Penataan Lahan dan Penataan Investasi, Bahlil Lahadalia ditunjuk sebagai Ketua Satgasnya.
"Majalah Tempo edisi 15 Juni 2025 dengan cover "Para Perusak Raja Ampat" telah menampilkan bukti Perizinan Berusaha Berbasis Resiko bernomor 91201051135050013 berstatus PMA dan telah memenuhi persyaratan atas nama PT Anugrah Surya Pratama," ungkap Yusri.
Dikatakan Yusri, perizinan berusaha tersebut telah diterbitkan lagi dan ditandatangani Bahlil Lahadalia pada 16 Agustus 2024 atas nama Menteri ESDM, Menteri Investasi dan Kepala BKPM. Sebelumnya, pada 10 Juni 2022 dengan Keputusan nomor 20221107-08-01-0004, Bahlil Lahadalia atas nama jabatan tersebut, telah mencabut IUP PT Anugrah Surya Pratama.
"Menurut media cetak Greenpeace Indonesia yang beredar sejak 11 Juni 2025, PT Anugrah Surya Pratama yang sahamnya 60% dimiliki PT Wanxian Nikel Indonesia dan 40% milik PT Anugrah Surya Mining atas pencabutan izinnya oleh Menteri ESDM telah memenangkan gugatan di PTUN hingga Makamah Agung," beber Yusri.
"Begitu juga dengan status IUP PT Mulia Raymond Perkasa yang berada di kawasan hutan lindung dan IUP PT Nurham yang juga berada di kawasan Geopark Raja Ampat, keduanya telah memenangkan gugatan di PTUN dan Makamah Agung. Kementerian ESDM sedang proses Peninjauan Kembali (PK) di Makamah Agung," imbuh Yusri.
Masih menurut Greenpeace Indonesia, kata Yusri, mereka mencurigai ada dugaan kaitan antara izin tambang PT Mulia Raymond Perkasa di bekas izin PT Harita Multi Karya Mineral. Hanya PT Kawei Sejahtera Mining yang tidak dicabut Bahlil pada tahun 2022. Diketahui saham mayoritas perusahaan tersebut dimiliki keluarga Aguan alias Sugianto Kusumo.
"Dengan menangnya gugatan ketiga perusahaan tersebut dari PTUN hingga Makamah Agung terhadap keputusan Pemerintah RI cq Menteri ESDM, tentu menimbulkan tanda tanya serius. Apakah para hakim hakimnya sudah terpapar mafia peradilan juga?," tanya Yusri.
Sebab kasat mata, kata Yusri, penerbitan IUP di Pulau Pulau Kecil dan juga melekat status kawasan hutan dari hutan produksi hingga hutan lindung dan hutan suaka alam terbukti secara terang benderang telah menabrak undang undang dan aturan turunannya.
"Penerbitan izin tersebut setidaknya telah mengangkangi Undang Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2014 juncto UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Kawasan Pesisir dan Pulau Pulau Kecil, Undang Undang Nomor 3 Tahun 2020 junto Undang Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Minerba, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Undang Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan juncto UU Nomor 19 Tahun 2004 juncto UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja Juncto UU Nomor 23 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan dan Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2023 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Nasional Kawasan Konservasi Keanekaragaman Hayati Raja Ampat," urai Yusri.
Bahkan, tambah Yusri, Putusan Makamah Agung (MA) Nomor 57P/HUM/2022 dan Putusan Makamah Konstitusi Nomor 35/PUU-XXI/2023 secara tegas melarang menambang tanpa syarat di Pulau Pulau Kecil.
"Oleh sebab itu, kami berharap APH selain memproses pelanggaran pidana yang sudah terjadi, termasuk menelisik semua proses perizinan sejak awal, dari tahapan peningkatan status dari IUP Eksplorasi ke IUP Operasi Produksi, AMDAL berupa Persetujuan Lingkungan, IPPKH / PPKH di KLHK, Jaminan Reklamasi hingga penerbitan RKAB atau Rencana Kerja Anggaran Biaya oleh Dirjen Minerba," ujar Yusri.
Sebab, kata Yusri, meskipun semua izin-izin itu lengkap, tanpa RKAB jika melakukan penambangan adalah kegiatan illegal. Sehingga Menteri ESDM masih bisa mengendalikan semua IUP itu melalui instrumen RKAB.
"Jadi, narasi Bahlil sebagai Menteri ESDM yang telah mengatakan semua izin izin itu terbit oleh pejabat lama dan dia masih sebagai Ketua Umum HIPMI, publik akan menilai dia lagi bersembunyi dibalik jarinya," pungkas Yusri.
Terkhusus menurut Yusri " Pemerintah harus membentuk Satgas khusus untuk mengevaluasi semua penerbitan IUP yang berada di pulau pulau kecil dan Surat keputusan IUP yang terbit dari gugatan di PTUN dimana secara terang benderang telah melanggar Peraturan Perundang Undangan.**
Komentar Via Facebook :