Polda Riau Ungkap Perambahan Hutan Lindung di Kampar, Empat Tersangka Dibekuk

Foto : Saat Kapolda Riau konfrensi Pers di lokasi Kawasan Hutan di Kampar
PEKAN BARU – Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Riau kembali menegaskan komitmennya terhadap pelestarian lingkungan melalui pendekatan Green Policing, setelah berhasil mengungkap kasus perambahan kawasan hutan lindung secara ilegal di Kabupaten Kampar.
Sebanyak empat orang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini. Mereka diduga mengelola kebun kelapa sawit tanpa izin di dalam kawasan Hutan Produksi Terbatas dan Hutan Lindung Si Abu, tepatnya di Desa Balung, Kecamatan XIII Koto Kampar.
Pengungkapan ini bermula dari laporan masyarakat yang diterima akhir Mei lalu. Menindaklanjuti informasi tersebut, tim Subdit IV Tipidter Ditreskrimsus langsung melakukan penyelidikan dan menemukan aktivitas perkebunan ilegal di kawasan hutan negara.
Kapolda Riau, Irjen Pol Herry Heryawan, menyebut para pelaku telah membuka lahan seluas puluhan hektare dan menanaminya dengan kelapa sawit yang usianya bervariasi antara enam bulan hingga dua tahun.
“Ini pelanggaran serius terhadap Undang-Undang Kehutanan dan merupakan bentuk nyata perusakan lingkungan hidup. Tidak ada toleransi bagi kejahatan lingkungan,” tegas Irjen Herry dalam konferensi pers di Pekanbaru, Senin (9/6).
Kapolda menegaskan bahwa Polda Riau berkomitmen menindak tegas semua bentuk kejahatan yang mengancam keberlanjutan ekosistem.
“Melindungi tuah, menjaga marwah – itu bukan sekadar slogan. Ini adalah prinsip kami dalam menjaga kelestarian lingkungan di Bumi Lancang Kuning,” lanjutnya.
Sepanjang tahun 2025, Polda Riau telah menangani 21 kasus tindak pidana kehutanan, dengan total lahan terdampak mencapai 2.360 hektare. Kapolda menekankan bahwa pendekatan Green Policing bukan hanya penindakan, tetapi juga pencegahan dan edukasi yang dilakukan secara kolaboratif bersama pemangku kepentingan, seperti DLHK, BPKH, akademisi, aktivis lingkungan, dan media.
Direktur Reskrimsus Polda Riau, Kombes Pol Ade Kuncoro Ridwan, menjelaskan bahwa empat tersangka yang diamankan adalah Muhammad Mahadir alias Madir (40), Buspami bin Toib (48), Yoserizal (43), dan M. Yusuf Tarigan alias Tarigan (50).
“Mereka berperan sebagai pemilik, pengelola, hingga pihak yang menghibahkan lahan melalui skema adat. Bahkan, berbagai dokumen seperti surat hibah dan kwitansi jual beli digunakan untuk melegalkan aktivitas mereka,” ungkap Kombes Ade.
Namun menurutnya, aktivitas mereka tetap melanggar hukum karena dilakukan di kawasan hutan lindung yang dilindungi negara.
“Ini modus yang terorganisir, memanfaatkan celah administratif lokal. Tapi fakta hukumnya jelas: ini kawasan hutan lindung dan tidak boleh dimanfaatkan untuk kebun sawit,” tegasnya.
Polisi juga menyita barang bukti berupa dokumen transaksi, alat pertanian, alat berat, serta stempel lembaga adat. Keempat pelaku dijerat dengan Pasal 78 UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, juncto UU No. 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja, dan Pasal 92 UU No. 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.
Ancaman hukuman maksimal 10 tahun penjara dan denda hingga Rp7,5 miliar menanti para tersangka.
Polda Riau juga mengajak seluruh elemen masyarakat untuk menjadi bagian dari gerakan pelestarian lingkungan, termasuk melaporkan setiap aktivitas yang mencurigakan dan berpotensi merusak kawasan hutan.
“Kejahatan lingkungan adalah kejahatan lintas generasi. Dampaknya bukan hanya hari ini, tapi juga untuk anak cucu kita. Maka penanganannya harus tuntas dan memberikan efek jera,” pungkas Kombes Ade.
Komentar Via Facebook :