Pledoi Kuasa Hukum Kartono : Tuntutan Hukuman Mati Tidak Berdasarkan Fakta Persidangan

Pledoi Kuasa Hukum Kartono : Tuntutan Hukuman Mati Tidak Berdasarkan Fakta Persidangan

Foto : Daniel Pratama S.H M.H

Rokan Hilir -- Penasehat hukum (PH) terdakwa Kartono alias Ahuat yang  terlibat kejahatan dalam peredaran Narkotika jenis  Sabu sabu dan pil Ekstasi,  meminta Majelis Hakim Pengadilan Negeri Rokan Hilir (PN Rohil) agar membebaskan kleinnya dari tuntutan hukuman mati karena  tidak terbukti secara sah dan meyakinkan berdasarkan fakta persidangan.

Hal itu disampaikan penasehat hukumnya Dr Daniel Pratama S.H.M.H , dari Kantor Hukum Edi & Daniel & Asociates, usai sidang agenda pembacaan nota pembelaan (Pledoi) di PN Rohil , kepada awak media Rabu ,7 Mei 2025.

"Yang jelas kami dari kuasa hukum keberatan dengan tuntutan pidana mati atas tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) sebagaimana dimaksud dalam Dakwaan Primair Penuntut Umum Pasal 114 ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 dan berharap terdakwa diberikan putusan hukuman bebas. kata Daniel Pratama .

 "Karena kami menilai, Surat Tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak berdasarkan fakta persidangan melainkan hanya berdasarkan BAP di kepolisian.sementara dalam persidangan terdakwa telah mencabut BAP tersebut , 

Bahwa berdasarkan Pasal 185 ayat (1)  KUHAP menegaskan bahwa “Keterangan Saksi yang memiliki nilai sebagai alat bukti sah adalah keterangan yang diberikan dipersidangan, bukan hanya berdasarkan Brita Acara Pemeriksaan (BAP)." Ujarnya .

“ Menurut kami , tuntutan pidana mati bukanlah merupakan bentuk pemberian efek jera bagi Pelaku tindak pidana,  karena hal itu dapat dikatakan melanggar HAM untuk Hidup, ini sangat beresiko karena bisa jadi hukuman tersebut di jatuhkan kepada orang yang tidak bersalah, karena berdasarkan pada fakta yang terungkap dalam persidangan terungkap hanyalah sebagai orang yang dengan sengaja tidak memberitahukan adanya tindak pidana narkotika,” ujar Daniel.

Perlu kami jelaskan lagi  bahwa fakta yang terungkap dalam persidangan banyaknya kejanggalan dalam kasus tersebut salah satunya kliennya melakukan pencabutan keterangan BAP dalam persidangan dikarenakan saat di BAP ada tekanan dan sempat dipukuli oleh oknum Polisi untuk hal mengakui kesalahan yang tidak terdakwa buat sebelum terdakwa dilakukan BAP oleh penyidik." Urainya .

 " Bahwa dalam keterangan terdakwa dalam sidang tujuan terdakwa ke tepi sungai hanya ingin menjemput teman terdakwa yaitu Sdr. Micahel yang merupakan orang Tionghoa warga  negara Malaysia dan sesampainya di tepi Sungai Terdakwa dan Micahel berjumpa di jembatan dan mengajak untuk ke mobil, namun Micahel mengajak terdakwa ke tepi Sungai untuk mengambil paket dan barang-barang milik Sdr. Micahel." Papar Daniel Pratama menjelaskan kronologis kejadian saat di persidangan .

Dalam sidang terdakwa menerangkan kalau ditepi Sungai Micahel melihat 2 orang polisi sedang patroli dan langsung menyuruh terdakwa untuk pergi .Namun kliennya baru mengetahui saudara michael membawa narkotika setelah polisi datang baru dikasi tau dan  menyuruh terdakwa untuk pergi sehingga terdakwa ketakutan akibat perbuatan michael." Jelasnya  

Menyangkut terdakwa di sapa oleh 2 orang polisi tersebut di tanya sedang apa disini lalu Terdakwa menjawab ada buaya besar di tepi laut,lalu Terdakwa pergi. Dalam sidang Terdakwa menerangkan setelah pergi Terdakwa menelfon Micahel dan bertanya mengapa Micahel menyuruh terdakwa untuk pergi, lalu Micahel menjawab karena saat itu Micahel membawa Narkotika dan narkotika tersebut telah ditemukan oleh 2 orang polisi yang sedang patroli saat itu. " Jelasnya .

Lebih lanjut Daniel mengatakan Bahwa Terdakwa menerangkan pertama kali berhubungan dengan Micahel bulan Agustus 2024 yang mana saat itu Micahel mau ke Indonesia tepatnya Bagansiapiapi, Apalagi Terdakwa menerangkan Rumah Terdakwa merupakan Tempat Wisata sehingga sering sekali orang luar Negeri singgah kerumah Terdakwa.

Untuk diketahui, Terdakwa ini mempunyai pekerjaan yaitu menjual kopi dan itu sudah dapat memenuhi kebutuhan Terdakwa sehingga tidak mungkin untuk Terdakwa menjual Narkotika.

Bahwa tuntutan hukuman mati yang diberikan Jaksa Penuntut Umum bukanlah merupakan bentuk pemberian efek jera bagi Pelaku tindak pidana karena hal itu dapat dikatakan melanggar Hak Asasi Manusia untuk Hidup.

Apalagi Terdakwa masih muda dan masih memiliki masa depan yang panjang untuk menjadi Pemuda yang berguna untuk Negera dan orang-orang sekitarnya.Bahwa oleh karena Terdakwa tidak melakukan tindak pidana maka tidak seharusnya Terdakwa di Hukum atas kesalahan yang tidak dilakukan oleh terdakwa.Bahwa Terdakwa memiliki keluarga yang masih mengharapkan kepulangan Terdakwa.

Walaupun dalam persidangan ini terdakwa tidak menguasai atau tidak menjadi perantara dalam jual beli narkotika, namun dalam persidangan terdakwa terbukti sebagai orang yang dengan sengaja tidak memberitahukan adanya tindak pidana narkotika, dibuktikannya dengan terdakwa tidak memberitahukan kepada polisi yang terdakwa kenal tersebut tentang michael yang membawa narkotika tersebut.

 " Oleh karena itu, kami liat disini ada dugaan kecerobohan Jaksa Penuntut Umum yang tidak mendakwakan pasal 131 UU No. 35 Tahun 2009 namun dalam dakwaan JPU hanya memasukan Pasal 112 ayat (2) dan Pasal 114 ayat (2). Maka dari itu terdakwa tidak dapat dijatuhi hukuman berdasarkan pasal 131 UU No. 35 Tahun 2009 dan sepatutnya terdakwa dibebaskan dari segala dakwaan (vrijspraak). (Tim).


Redaksi

Komentar Via Facebook :