Kewenangan Pusat Kelola Tambang Terlalu Luas Ditolak MK, "Mafia Tambang Ketar Ketir"

Kewenangan Pusat Kelola Tambang Terlalu Luas Ditolak MK, "Mafia Tambang Ketar Ketir"

Jakarta - Amar putusan dalam sidang perkara di Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 77/PUU-XXII/2024, yang diajukan oleh Rega Felix, resmi ditolak dalam  permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (UU Minerba).

Putusan itu dibacakan di Ruang Sidang Pleno MK pada Jumat, 3 Januari 2025. Proses hukum ini menegaskan pentingnya konsistensi dan kepatuhan terhadap aturan hukum dalam sektor pertambangan, sekaligus memastikan pengelolaan sumber daya alam tetap berlandaskan asas berkelanjutan.

“Menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya,” tegas Ketua MK Suhartoyo saat membacakan amar putusan, Sabtu (4/1/25).

Dalil Pemohon Dinilai Tidak Beralasan


Hakim Konstitusi Arsul Sani menjelaskan pertimbangan hukum MK terkait dalil Pemohon yang menyatakan Pasal 6 ayat (1) huruf j UU Minerba bertentangan dengan Pasal 33 ayat (3) UUD NRI Tahun 1945.

Menurut Pemohon, aturan tersebut memberikan kewenangan terlalu luas kepada pemerintah pusat untuk menetapkan Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) secara prioritas kepada ormas keagamaan sebagaimana diatur dalam PP Nomor 25 Tahun 2024.

“Pembentukan peraturan pemerintah harus konsisten mengikuti ketentuan undang-undang dan tidak boleh bertentangan dengan materi muatan undang-undang itu sendiri,” jelas Arsul.

Dibacakan Asrul, menegaskan bahwa peraturan pelaksana tidak dapat dinilai dalam ranah Mahkamah karena berkaitan dengan legalitas, bukan konstitusionalitas norma.

Skema Pengelolaan WIUPK Sesuai UU Minerba

Terkait dalil Pemohon yang menyebut penawaran WIUPK kepada badan usaha baru tanpa pengalaman teknis akan merusak lingkungan, Arsul menjelaskan UU Minerba telah mengatur skema ketat untuk memperoleh Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).

“Badan usaha diwajibkan memiliki pengalaman minimal tiga tahun di bidang pertambangan minerba. Jika tidak, dukungan dari perusahaan lain yang bergerak di bidang pertambangan menjadi syarat wajib,” jelas Arsul.

Standar teknis ini bertujuan memastikan badan usaha yang terlibat memiliki kapasitas dan rekam jejak yang memadai tanpa mengalihkan hak atau izin kepada pihak lain.

Selain itu, badan usaha harus memiliki personel berpengalaman minimal tiga tahun di bidang pertambangan atau geologi untuk memenuhi persyaratan teknis dan pengelolaan lingkungan. 

“Persyaratan ini mutlak untuk menjaga asas berkelanjutan dan berwawasan lingkungan dalam pengelolaan minerba,” tambahnya.

RKAB Sebagai Instrumen Pengawasan

Peserta lelang WIUPK juga diwajibkan menyusun Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) selama kegiatan eksplorasi. RKAB ini berfungsi sebagai instrumen pengawasan untuk memastikan standar teknis dan lingkungan dipatuhi.

“Dengan demikian, dalil Pemohon bahwa penawaran WIUPK secara prioritas akan merusak lingkungan tidak dapat dibuktikan kebenarannya. Oleh karena itu, dalil Pemohon tidak beralasan menurut hukum,” tegas Arsul**


Komentar Via Facebook :