Gempur Sayangkan Pembangunan RS Bhayangkara Tanpa APD "Pengawasan Dinas PUPR Riau Lemah"

Gempur Sayangkan Pembangunan RS Bhayangkara Tanpa APD "Pengawasan Dinas PUPR Riau Lemah"

Pekanbaru - Sungguh miris dalam pembangunan gedung Rumah Sakit (RS) Bhayangkara Polda Riau, di jalan Jend Sudirman Pekanbaru, tanpa alat pelindung diri (APD) dimana pekerja PT. Bina Artha Perkasa beralamat di Semarang Jawa Tengah itu sepertinya mengabaikan keselamatan pekerjanya.

“Miris para pekerjanya tak satupun terpantau tanpa APD, kemudian Pihak Dinas PUPR Prov Riau juga sangat lemah dan terkesan main mata perusahaan pembangunan Rumah Sakit di Polda Riau, sebab anggran K3 ada perencanaan dan tercantum dalam RAB,” kata Ketua DPD LSM Gempur Riau, Hasanul Arifin, Jumat (15/11/24).

Arif melihat para pekerja RS Bhayangkara itu tidak menggunakan Keselamatan Kerja (K3) dan bangunan yang dekat rumah warga itu tak memakai jaring pengaman sehingga membuat warga sekitar lokasi ketakutan tertimpa bahan bangunan.

Bahkan Pengamat Konstruksi Riau, Emlasmi, ST., juga angkat bicara menyoroti dalam pekerjaan pada bangunan yang lebih 4 lantai tersebut.

“Kita duga kontaktor pelaksana hanya memikirkan keuntungannya semata, dengan mengabaikan rambu-rambu berupa himbauan dan alat perlengkapan sebagai pelindung (APD) seperti jaring dan lainnya yang berguna untuk keselamatan baik terhadap lingkungan sekitar maupun diri para pekerjanya,” kata Arif. 

Arif menduga peristiwa ini terjadi karena lemahnya pengawasan baik dari konsultan pengawas maupun dari pengawas dinas terkait dalam hal ini dinas PUPR Provinsi Riau.

“Bangunan yang di kerjakan adalah rumah sakit Bhayangkara itu dibawah naungan lembaga penegak hukum yaitu kepolisian Daerah Riau,” katanya.

Tentunya sangat tidak masuk diakal kata Arif “jika kontraktor proyek yang bernilai kontrak Rp.49.476.155.176,- tidak mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku di Republik ini”.

“Kenyamanan dan ketentraman  dari masyarakat sekitar karena adanya  reruntuhannya Material yang jatuh mengenai perumahan warga serta Mushola Dinas Sosial sehingga mengganggu kenyamanan dan ketentraman dari aktifitas masyarakat disekitar pembangunan RS Bhayangkara karena tidak ada pengamanan safety net (jaring pengaman) yang dilakukan oleh kontraktor,” kata Arif. 

“Ini tentunya sudah melanggar peraturan tentang K3,” ulas Arif.

Terkait ketakutan masyarakat sekitar itu, “dua minggu lalu, 15 sampai 20 warga yang terkena dampak dari jatuhan material bangunan mendatangi kantor direksi minta pertanggung jawaban kontraktor agar atap rumah mereka di perbaiki”.

“Anehnya sampai sekarang belum ada realisasi dari pihak kontraktor pelaksana. Jangan sampai masyarakat datang kembali dengan permasalahan yang sama,” katanya.

Arif menyayangkan, kontraktor pelaksana ini atau Dinas PUPR menganggap karena gedung ini dibawah naungan salah satu institusi lembaga penegak hukum sehingga mereka menganggap peraturan itu menjadi biasa - biasa saja,” ujar Arif sedikit kesal.

Arif mengatakan permasalahannya untuk APD dan alat Safety lainyakan sudah dianggarkan pada perencanaan dan tertuang dalam rencana anggaran biaya (RAB) tetapi mengapa tidak digunakan.

“Wajar banyak yang menduga pelanggaran terhadap Undang-Undang tentang korupsi,” katanya.

Untuk itu kata Arif, “kami akan segera melakukan langkah - langkah terhadap peristiwa ini seperti mendatangi dan melaporkan kepada dinas tenaga kerja dan mengajak dinas tersebut untuk turun memeriksa apakah prosedur K3 sudah diterapkan”.

“Sebenarnya oleh penyedia (rekanan) termasuk BPJS ketenagakerjaan, serta kami juga akan melaporkan peristiwa ini kepada Sekdaprov Riau, agar segera mengevaluasi pejabat terkait, baik itu Kadis, PPK, PPTK dan rekanan terutama untuk penegakan keselamatan dan kesehatan kerja (K3),” katanya.

“Bagi kami peristiwa ini merupakan preseden buruk dari lemahnya pengawasan dan penegasan pemerintah terutama dinas terkait PUPR Provinsi Riau, Bagaimana mungkin pemerintah Provinsi Riau dapat menegakkan hak-hak tenaga kerja terutama tentang penerapan dan penegasan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) pada perusahaan swasta sementara pada kegiatan yang dilaksanakan di dinas pemerintahan saja masih terdapat kelemahan bahkan kami duga sebagai pembiayaran,” katanya.

“Sudah cukuplah korban saat pembangunan Fly over dan Masjid Raya Pekanbaru (leton II), karena lemahnya penerapan K3 sehingga korban jiwa melayang tanpa tanpa K3,” pungkasnya.**


Redaksi

Komentar Via Facebook :