Pemeriksaan Ke Empat, Negara Untung KPK Ngotot Tahan Karen Agustiawan

Pemeriksaan Ke Empat, Negara Untung KPK Ngotot Tahan Karen Agustiawan

Jakarta - Karen Agustiawan yang ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus dugaan korupsi pembelian LNG yang katanya disebut merugikan negara Rp 2,1 triliun, hari ini Jumat (12/1/24) kembali diperiksa dengan menjawab 13 pertanyaan penyidik. Seperti diketahui Karen Agustiawan sudah ditahan KPK  empat bulan lamanya.

“Kami berharap penyidik dapat segera merampungkan penyidikannya. Hal ini karena saya sudah empat bulan menjadi tahanan, dimana masa penahanan klien kami akan berakhir empat hari lagi, yakni 16 Januari 2024,” kata tim kuasa hukum Karen Agustiawan, Rebecca Elizabeth, Jumat (12/1/24).

Kata Rebecca Elizabeth “kliennya akan mengikuti aturan dalam pemeriksaan ini dia mengaku Karen Agustiawan koorperatis menjawab perntanyaan KPK meskipun KPK telah salah menuduh kilnenya (error in persona)”.

“Saya tidak akan merasa lelah-lelahnya mengingatkan kembali bahwa Perjanjian Jual Beli LNG dengan Corpus Christi Liquefaction (CCL) - Amerika Serikat pada tahun 2013 dan 2014 (Sales Purchase Agreement / SPA 2013 & 2014) adalah aksi korporasi Pertamina sebagai bentuk pelaksanaan perintah jabatan dari Presiden, Wakil Presiden, UKP4, Menteri  ESDM, dan Menteri BUMN, kepada saya selaku Direktur Utama PT Pertamina (Persero).,” demikian ungkap Karen Agustiawan kepada media melalui Rebecca Elizabeth.

Kemudian lanjut Rebecca Elizabeth,  SPA 2013 & 1014 juga adalah sebuah aksi Korporasi Pertamina yang SAH, karena telah disetujui oleh seluruh Direksi Pertamina secara Kolektif Kolegial, yang melibatkan semua fungsi-fungsi, baik legal, teknis dan komersial yang ada di Pertamina sesuai dengan organisasi dan tupoksi masing-masing (completed staff work). 

“Pada saat ini SPA yang berlaku adalah SPA 2015, yaitu SPA yang ditandatangani  setelah saya tidak menjabat lagi di Pertamina. Sebagaimana diketahui, bahwa sejak tanggal 1 Oktober 2014 saya sudah mengundurkan diri dari jabatan Direktur Utama Pertamina,” ulas Karen.

Lanjut Karen, “didalam SPA 2015 banyak sekali yang diubah, dihilangkan dan ditambahkan pasalpasal kontrak baru yang seluruhnya tidak saya ketahui, dan tidak saya berikan persetujuan karena memang saya sudah tidak di Pertamina lagi”.

Katanya, contoh ketidakberlakuan SPA 2013 & 2014 juga terlihat di dalam “Program pengiriman tahunan (Annual Delivery Program/ADP) CCL tahun 2019,  2020 dan 2021. Ketiganya mengacu kepada SPA 2015, dan bukan SPA 2013 & 2014. Kontrak penjualan kargo CCL”.

“Misalnya dengan PPT ETS, juga mengacu ke SPA  2015, dan bukan SPA 2013 & 2014 dan salah satu Certificate of LNG Transfer, yaitu 1 Juli 2019, menunjukkan bahwa kontrak yang menjadi dasar pengiriman volume adalah SPA 2015, dan bukan SPA 2013 & 2014,” kelas Karen.

Kemudian diungkap Karen Agustiawan pada media melalui Rebecca Elizabeth ini “mengenai Keuntungan: Sudah ada Saksi pada sidang Praperadilan dan Bukti yang menyatakan bahwa total nilai PROFIT Pertamina dari Niaga Portofolio LNG CCL pe31 Juli 2023 sudah mencapai USD 88,87 Juta, atau sekitar Rp 1,382 Trilyun (Kurs: USD1 = Rp15.550)”.

“Hari ini saya juga menyampaikan kepada Penyidik KPK bahwa, per Desember 2023, Pengadaan LNG CCL telah menghasilkan keuntungan bagi Pertamina sebesar  USD91.617.941 atau sekitar Rp 1,425 Trilyun. Jadi, TIDAK ada kerugian sebagaimana  dituduhkan kepada saya oleh KPK, yang ada justru malah KEUNTUNGAN!,” kataKaren Agustiawan yang tercatat dalam pernyataannya yang disampikan Rebecca Elizabeth.

“Meskipun pada tahun 2020 dan 2021 sempat negatif, sekali lagi saya tegaskan,  sebagaimana telah saya sampaikan pada press conference di Gedung KPK saat saya  mau ditahan (19 September 2023), seharusnya kerugian ini TIDAK terjadi jika kargo  LNG CCL dikelola dengan piawai. Validity offer dari Trafigura yang pada saat itu hanya berlaku 3 (tiga) hari (5 - 8 Oktober 2018) tidak direspon dengan baik. Sehingga, kerjasama selama 3 tahun (periode 2020-2022) sebanyak 5 kargo/tahun dengan harga yang lebih mahal sekitar USD61 cents/MMBtu, tidak terlaksana,” kata Karen.

Pungkasnya, “hal ini diperburuk dengan terjadinya Pandemic Covid-19, yang mengakibatkan harga komoditi dunia anjlok”. **


Redaksi

Komentar Via Facebook :