ARIMBI ; Lahan Ayau DKK Diusulkan dalam Skema UU CK, Itu Pemufakatan Jahat ''Kibuli Pemerintah''

Pekanbaru - Seperti kita ketahui dari sejumlah media Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menegaskan bahwa tidak ada pemutihan ataupun pengampunan bagi kepemilikan sawit dalam kawasan hutan.
“Namun ada yang aneh ada saja orang mengatasnamakan Kelompok Tani Kepau Jasa Sukses Lestari luasnya 1546 Hk, di Desa Kepau Jaya, kecamatan Siak Hulu Kabupaten Kampar, Riau. milik Surianto Wijaya alias Ayau mengusulkan pemutihan dan pengampunan usaha dalam Undang - undang Cipta Kerja (UUCK) yang mana sebagian lahan yang diusulkan tersebut merupakan lahan negara sesuai putusan pengadilan (PN) No 28 bahwa gugatan Yayasan Riau Madani dinyatakan telah inkrah atau berkekuatan hukum tetap,” kata aktivis lingkungan.
Hal ini katanya sesuai dengan surat keterangan No; W4.U7/235/HT.04.10/VI/2014 yang dikeluarkan oleh panitera pengadilan negeri Bangkinang, tanggal 6 juni 2014 lalu.
Sementara dalam Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No ; SK.65/MENLHK/SETJEN/KUM.1/1/2022 tentang Informasi kegiatan yang telah terbangun dalam kawasan hutan yang tidak memiliki perizinan tahap IV.
“Artinya lahan Ayau seluas 781,44 Hk dalam kawasan hutan dinyatakan milik negara atau dikembalikan kepada asalnya, sementara itu lahan seluas 781,44 hektar tersebut termasuk bagian dari 1564 hektar yang diusulkan oleh Ayau dan kawan - kawan dengan cara membentuk kelompok tani.
“Informasi ini memang belum valid tetapi jika benar tentu ini sangat merugikan negara dan banyak pihak yang terlibat diduga sengaja membodohi negara memanfaatkan UUCK,” kata Kepala Suku Yayasan Anak Rimba Indonesia (ARIMBI) Mattheus, Senin (8/1/24).
Terkait putusan yang sudah inkrah ini katanya, dinas DLHK Riau bukan tidak mungkin tahu dengan putusan itu karena Dinas Kehutanan dan Kementerian Kehutanan adalah para pihak dalam putusan tersebut. Namun diduga mereka tetap menerima permohonan Ayau dan kawan-kawan tersebut.
“Seharusnya dilakukan penegakan hukum. Jangan-jangan malah ada permufakatan jahat untuk memuluskan legalisasi kebun dalam kawasan hutan tersebut ? ini perlu didalami lagi,” ujar Mattheus.
Kalau melihat komentar Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Petani Kelapa sawit Indonesia (Apkasindo), Gulat Medali Emas Manurung, dalam media Gatracom yang menyatakan “siapapun yang mengganggu sawit, sama saja dengan berusaha menurunkan Bendera Merah Putih”, membuat aktivis ini berpikir ulang “apakah pernyataan ini kedok menghalalkan kebun negara dikuasai mafia,” katanya..
Mungkin pernyataan ketua Apkasindo ini kata Aktivis ini yang membuat mafia sawit di Riau "besar kepala" dengan mengusulkan lahan milik negara menjadi milik pribadi dengan dalih membuat kelompok tani dan membodohi Pemerintah.
“Apkasindo boleh membela anggotanya namun organisasi ini juga harus berpikir bahwa lahan Ayau itu bukan lagi miliknya secara hukum,” kata aktivis yang sudah banyak melaporkan masalah pidana lingkungan ke Mapolda Riau itu.
Bahkan aktivis ini kaget soalnya pada media dengan lantang Gulat, protes kepada Uni Eropa yang mewajibkan sertifikasi European Union Due Diligence Regulation (EUDDR) terhadap sawit, hingga yang terbaru, penolakan terhadap beberapa perusahaan yang katanya gara-gara laporan sepihak salah satu Non Government Organization (NGO),
“Kenyataannya memang mafia sawit ini didukung oleh orang-orang yang diduga mendapat keuntungan membela kebun yang bermasalah di Riau ini,” kata aktivis ini.
Menurut banyak kalangan “keterlibatan sejumlah pihak membela mafia sawit dalam penguasaan lahan yang bukan miliknya itu katanya adalah sarat dengan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) apalagi dengan memalsukan data yang sebenarnya kepada Kementerian LHK terhadap usulan keterlanjuran berkebun dalam kawasan hutan sesuai UU Cipta Kerja Pasal 110 A dan 110 B,“.
Menilik UU Cipta Kerja nomor 11 tahun 2020 dan PP 24 tahun 2021, ''Dalam UUCK tidak ada pemutihan dan pengampunan dalam menyelesaikan terbangunnya usaha atau kegiatan sebelum UUCK di dalam kawasan hutan yang ditandai selesainya proses hukum administrasi. Seperti dalam pasal 110 B UUCK, kawasan akan diselesaikan tetap akan berstatus kawasan hutan”.
'Mungkin diluar kebun Ayau yang sudah dinyatakan Inkrah oleh PN Bangkinang, lahan tersebut menunggu eksekusi dan dikembalikan kepda negara. Nah kepada mereka selain Ayau tersebut akan diidentifikasi penyelesaiannya melalui pasal 110 A dan pasal 110 B,” katanya.
“Kebijakan, ini hanya berlaku bagi yang sudah beraktifitas dalam kawasan sebelum UUCK. Jika masih melakukan kegiatan baru dalam kawasan hutan setelah UUCK disahkan 2 November 2020, maka langsung dikenakan penegakan hukum dengan mengedepankan sanksi pidana, tidak berlaku lagi sanksi administratif. lalu pertanyaannya terhadap Ayau yang merupakan Anggota Apkasindo itu bagaimana?,” ulasnya.**
Komentar Via Facebook :