Diskon Hukuman Koruptor Impor Baja Ditanggapi Ahli Hukum Pidana
Jakarta - Atas putusan perkara dugaan korupsi impor baja dan produk turunannya dengan terdakwa Budi Hartono Linardi mendapatkan sorotan dari 6 ahli hukum pidana. Vonis Budi awalnya 12 tahun penjara kemudian dipangkas di tingkat banding menjadi 8 tahun begini tanggapan 6 ahli hukum pidana dengan melakukan eksaminasi.
Keenamnya adalah Mahrus Ali dan Muzzair dari Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Chairul Huda dari Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), Rocky Marbun dari Universitas Pancasila (UP) Jakarta, Prof Tongat dari Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), dan Prof Amir Ilyas dari Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar.
Mahrus dalam keterangannya menyebut perkara Budi Hartono Linardi tidak tepat dijerat dengan UU Tipikor tapi UU Kepabeanan. Dia juga menyebut kerugian sebesar Rp 1.060.658.585.069 tidak tepat bila dikaitkan dengan Rp 91.300.126.793 yang diperoleh oleh PT Maraseti Logistik.
Uang sejumlah Rp 1.060.658.585.069 tersebut, lanjut dia, adalah kewajiban pembayaran bea kepabeanan dan pajak-pajak lainnya yang seharusnya terbayarkan kepada negara oleh 6 perusahaan yang meminta bantuan kepada terdakwa untuk memperoleh Surat Penjelasan. Uang tersebut merupakan sumber penerimaan yang harus diperoleh negara, sedangkan uang sejumlah Rp91.300.126.793 tersebut diperoleh oleh terdakwa Budi karena telah mengurus Surat Penjelasan impor dari 6 perusahaan melalui alm. Ira Chandra.
"Uang tersebut bukanlah kerugian keuangan negara sehingga baik terdakwa maupun PT Maraseti Logistik tidak dapat dibebani kewajiban untuk membayar uang pengganti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 Ayat (1) huruf b UU Tipikor," ujarnya.
Selanjutnya Amir Ilyas mengibaratkan perkara ini dengan membayar pajak kendaraan bermotor. Menurutnya, jika memang benar kerugian keuangan negara akibat tidak masuknya penerimaan negara melalui bea masuk impor, maka akan ada penafsiran ada uang yang seharusnya milik negara dan itu tidak masuk ke negara, sehingga akan dianggap sebagai kerugian keuangan negara.
"Tidak ada definisi keuangan negara itu adalah keuangan negara yang seharusnya didapatkan. Jadi takutnya nanti orang yang tidak membayar pajak motor, pajak mobil bisa dianggap sebagai tindak pidana korupsi. Termasuk bisa jadi orang tidak bayar BPJS akan bisa dianggap melakukan tindak pidana korupsi," kata Amir.
Di sisi lain diketahui melalui Sistem Informasi Penelusuran Perkara Pengadilan Negeri Jakarta Pusat atau SIPP PN Jakpus, jaksa mengajukan kasasi atas perkara ini.
Hukuman Dipangkas - Di Pengadilan Tipikor Jakarta, Budi Hartono Linardi divonis sesuai dengan tuntutan jaksa. Namun saat diajukan banding, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memangkas hukuman itu menjadi 8 tahun penjara serta hukuman membayar uang pengganti nihil.
"Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa Budi Hartono Linardi dengan pidana penjara selama 8 (delapan) tahun dan denda sebesar Rp 1.000.000.000 (satu miliar rupiah) dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar akan diganti dengan pidana kurungan selama 6 (enam) bulan," demikian bunyi amar putusan banding.
"Menetapkan uang pengganti kepada Terdakwa Budi Hartono Linardi sebesar nihil," imbuhnya.
Awalnya dalam surat dakwaan, Budi Hartono Linardi selaku penanggung jawab PT Meraseti Logistik Indonesia didakwa bersama-sama dengan Taufiq selaku karyawan PT Meraseti Logistik Indonesia (terdakwa lain dalam berkas penuntutan terpisah), Ira Chandra selaku selaku Pengolah Data pada Subbag Tata Usaha, Direktorat Ekspor Produk Pertanian dan Kehutanan, Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri (yang telah meninggal dunia pada tanggal 21 Februari 2018) dan Tahan Banurea selaku Kepala Sub Bagian Tata Usaha pada Direktorat Impor, Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan RI periode April 2017 s/d Agustus 2018 dan Kepala Seksi Aneka Barang Industri pada Direktorat Impor, Ditjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan RI periode Agustus 2018 s/d Agustus 2020.
Para terdakwa disebut melakukan tindak pidana korupsi memperkaya diri sendiri atau korporasi dengan rincian memperkaya terdakwa Budi Hartono Linardi selaku Benefiaciary Owner PT Meraseti Logistik Indonesia sebesar Rp 91.300.126.793 (miliar), Ira Chandra (Alm) sebesar Rp 2.250.000.000 (miliar), Tahan Banurea sebesar Rp 200.000.000 (juta).
Selain itu disebutkan bila perbuatan para terdakwa memperkaya korporasi yaitu PT Duta Sari Sejahtera sebesar Rp 60.448.358.198 (miliar), PT Bangun Era Sejahtera sebesar Rp 319.117.117.281 (miliar), PT Intisumber Bajasakti sebesar Rp 144.425.826.507 (miliar), PT Jaya Arya Kemuning sebesar Rp.107.713.077.421,00 (miliar), PT Perwira Adhitama Sejati sebesar Rp 252.434.793.467 (miliar), dan PT Prasasti Metal Utama sebesar Rp 176.519.412.195 (miliar). Perbuatannya merugikan keuangan negara atau perekonomian negara yaitu merugikan Keuangan Negara sejumlah Rp 1.060.658.585.069 (triliun).
Atas hal itu jaksa menuntut agar Budi dijatuhi vonis 12 tahun penjara dan membayar uang pengganti Rp 91.300.126.793 subsidair 6 tahun penjara. Selain itu terdakwa Taufiq selaku karyawan PT Meraseti Logistik Indonesia dituntut hukuman pidana penjara selama 10 tahun dan membayar denda sebesar Rp1.000.000.000 dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan.
Sementara itu terdakwa eks analis perdagangan Ahli Muda pada Direktorat Impor Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Tahan Banurea (TB) dituntut hukuman 8 tahun penjara. Selain itu terdakwa Tahan juga dituntut hukuman pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti sebesar Rp200.000.000 subsidair 4 tahun penjara.
Para terdakwa dikenakan Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.**
Komentar Via Facebook :