Pasal 110 B UU-CK, Habis Lebaran Sebahagian Anggota Pers Laporkan Kebun Oberlin Marbun
Pekanbaru - Untuk masyarakat kecil atau kelompok tani yang anggotanya hanya menguasai lahan di bawah 5 hektar dan bertempat tinggal lima tahun berturut-turut di dalam atau sekitar kawasan hutan, tidak dikenakan sanksi administratif dan diberikan solusi dalam bentuk akses legal melalui penataan kawasan hutan, “bisa dalam bentuk perhutanan sosial dan TORA”.
Pertanyaannya kalau untuk kebun Oberlin Marbun dalam kawasan hutan yang tinggal di Pekanbaru, yang diduga memiliki kebun ratusan hektar dalam kawasan hutan berlaku tidak UU CK pada beliau. Berikut Penjelasan Mernteri KLH.
Sebelumnya pengakuan wartawan dekat mantan Bupati Pelalawan HM Harris, menyebut Kebun dalam kawasan HPT Tesso Nilo tepatnya di wilayah Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) Pelalawan, Riau, “diduga pemiliknya adalah Oberlin Marbun”.
Sayang lagi-lagi Oberlin Marbun dikonfirmasi Senin (18/4/23) tidak lagi mau menjawab, namun awal berita terbit dia pernah menjawab “jangan tanya-tanya itu,” katanya.
Pernyataan Sekjen Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Bambang Hendroyono, menegaskan bahwa tidak ada pemutihan ataupun pengampunan bagi kepemilikan sawit dalam kawasan hutan.
Hal ini ditegaskan Sekjen KLHK, Bambang Hendroyono, dalam sosialisasi implementasi UU Cipta Kerja nomor 11 tahun 2020 dan PP 24 tahun 2021 di Polda Riau.
''Dalam UUCK tidak ada pemutihan dan pengampunan, kita sepakat menyelesaikan terbangunnya usaha atau kegiatan sebelum UUCK di dalam kawasan hutan yang ditandai selesainya proses hukum administrasi. Seperti dalam pasal 110 B UUCK, kawasan yang kita selesaikan tetap akan berstatus kawasan hutan,'' jelas Bambang pad media.
Ketua tim Satuan Pelaksanaan Pengawasan dan Pengendalian Implementasi (Satlakwasdal) UUCK ini mengatakan, pendekatan hukum yang digunakan memang ultimum remedium atau mengedepankan sanksi administratif.
“Namun ingat bukan berarti sanksi hukum hilang begitu saja. Pengenaan sanksi administratif digunakan untuk memberi ruang bagi kelompok masyarakat yang berada di dalam kawasan, contohnya akibat perubahan tata ruang, kebijakan ijin lokasi yang dikeluarkan Pemda, dan juga kelompok rakyat kecil yang telah bermukim lima tahun berturut-turut,” katanya.
Nanti tentu kalau benar kebun Oberlin Marbun dalam kawasan hutan maka akan diidentifikasi penyelesaiannya melalui pasal 110 A dan pasal 110 B.
Kebijakan ini hanya berlaku bagi yang sudah beraktifitas dalam kawasan sebelum UUCK. Jika masih melakukan kegiatan baru dalam kawasan hutan setelah UUCK disahkan 2 November 2020 lalu.
“Maka langsung dikenakan penegakan hukum dengan mengedepankan sanksi pidana, tidak berlaku lagi sanksi administratif untuk mereka,'' tegas Bambang.
Dalam UUCK jika sanksi administrasi dalam bentuk denda tidak dipenuhi, maka barulah melangkah ke sanksi penegakan hukum berikutnya, mulai dari pencabutan ijin dan paksaan pemerintah berupa penyitaan dan paksa badan.
''Pasal 110 A dan B hanya mengurusi kegiatan yang sudah terbangun dalam kawasan hutan. Jadi kalau ada yang bermain-main dalam kawasan hutan setelah UUCK tanpa memiliki perijinan atau persetujuan Menteri, segeralah berhenti karena pasti langsung dikenakan sanksi pidana,'' tegas Bambang seperti disampaikan Kepala Biro Hubungan Masyarakat, KLHK.
Dari banyak informasi dari banyak anggota wartawan organisasi Pers di Riau ini, Oberlin Marbun memang memiliki kebun dalam kawasan hutan TNTN di Pelalawan.
“Saat itu Datuk Wahab akan membuka lahan di lokasi HPH Siak Raya Timber seluas 6000 hektar, dia datang ke jalan Sumatera mengusulkan untuk anggota termasuk saya tahap pertama 500 surat (1000 H), dan untuk anak kemenakan Datuk Wahab 2000 surat (4000 H). Kemudian belakangan kami dengar berubah atas nama oknum,” kata salah seorang anggota yang saat ini namanya belum mau dimunculkan.
“Awalnya kebun itu dibangun membawakan nama organisasi untuk kesejahteraan anggota namun belakangan tanpa setahu anggota kebun itu tiba-tiba berubah menjadi kebun pribadi OM dan kawan-kawan,” ulasnya, menyambung “kalau tak ada aral melintang melaporkan kebun dalam kawasan ke APH”.
Pengakuan salah seorang mantan Pegawai Kehutanan Pelalawan, menyebut pernah akan mendata kebun diduga milik Oberlin Marbun, namun saat akan melakukan pengukuran GPS di lokasi itu mereka dihalau orang yang mengaku ormas, “ini dibawah pengawasan PP,” demikian ancam penjaga kebun tersebut saat itu.
Menanggapi ada yang menyebut nama PP ini, Ketua Umum MPW Pemuda Pancasila Riau H Arsadianto Rachman, dikonfirmasi Selasa (18/4/23) mengaku terkejut, “jangan bawa-nama organisasi backup ilegal apalagi beliau? bukan anggota,” kata H Anto demikian panggilan akrabnya.**
Komentar Via Facebook :