Kalau Benar Group Tambang Boy Thohir Dapat Harga Khusus Dibawah Solar Subsidi Pertamina, Yusri; Negara Terindikasi Rugi Rp. 9,4 T

Jakarta - Jika merujuk penjelasan Direktur Penyidikan Kejagung Abdul Qohar dalam konfrensi pers pada tanggal 10 Juli 2025 lalu ketika mengungkap peran masing-masing dari kesembilan tersangka Alvian Nasution Dkk serta Moch Reza Chalid (MRC) sebagai beneficial owner PT Orbit Terminal Merak dalam melakukan penyimpangan terhadap tata kelola minyak Pertamina periode 2018 - 2023, maka tak masuk akal sehat jika Nicke Widyawati, Taufik Adityawarman dan Mars Ega Legowo tak terlibat dan ikut tanggung renteng.
"Sebab, posisi jabatan kunci pada rapat-rapat direksi untuk optimasi hilir dalam tata kelola organisasi (TKO) dan tata kelola impor (TKI) dalam pelaksanaannya sudah pasti mereka mengetahui dan menyetujuinya dalam bentuk tanda tangan atau paraf, setidaknya dalam RKAP atau Rencana Kerja Anggaran Perusahaan setiap tahunnya," ungkap Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) Yusri Usman, Kamis (17/7/25).
Apalagi, lanjut Yusri, jika merujuk bocoran hasil audit BPK yang berserak, jelas secara terang benderang mengungkap peran Nicke Widyawati selaku Dirut PT Pertamina (Persero) periode 2018-2021 dan Mars Ega Legowo selaku Direktur Perencanaan dan Pengembangan Bisnis bersama Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga (PPN) Alvian Nasution kala itu untuk periode 2021-2023 diduga telah melakukan penyimpangan yang menyebabkan kerugian keuangan negara Rp 9,4 triliun untuk penjualan solar industri di bawah harga Solar Subsidi kepada perusahaan tambang kelompok Boy Tohir yaitu Adaro.
"Harga solar industri tersebut dijual terendah bahkan di bawah harga pokok penjualan (HPP) yang bertentangan dengan Pedoman Pengelolaan Pemasaran BBM Industri dan Marine PT Pertamina (Persero) Nomor 001/F00000/2016-S9 tanggal 13 Desember 2016 yang mengatur harga jual mempertimbangkan landet cost dan pocket margin," ungkap Yusri.
Menurut Yusri, Mars Ega dengan Alvian selaku Direksi PT PPN melalui Nicke selaku Dirut Pertmanina (Persero) telah mengusulkan formula Harga Indek Pasar (HIP) Pertalite Ron 90 sebesar 99, 21% MOPS Ron 92 kepada Menteri ESDM Arifin Tasrif berdasarkan jenis BBM umun (JBU) Pertalite yang merupakan perhitungan matematis oplos produk Mogas Ron 88 dan Mogas Ron 92.
"Padahal Pertalite Ron 90 yang diproduksi kilang Pertamina maupun kilang lainnya merupakan percampuran atau oplos High Octane Mogas Component (HOMC) Ron 92 dengan Naphta dengan prosentasi terukur, bukan hasil oplosan Mogas Ron 88 dengan Mogas Ron 92," ungkap Yusri.
Akibat kebijakan itu, kata Yusri, menurut perhitungan BPK, atas dugaan penyimpangan tersebut telah merugikan negara pada periode 2018- 2023 sekitar Rp 13,112 triliun.
"Selain itu, kerugian negara untuk kegiatan sewa terminal BBM PT Orbit Terminal Merak oleh PT Pertamina (Persero) dan PT Pertamina Patra Niaga untuk periode 2014 hingga 2024 yang seharusnya tidak dikeluarkan menurut BPK RI adalah sebesar Rp 2,905 triliun," kata Yusri.
Oleh sebab itu, lanjut Yusri, CERI punya keyakinan bahwa NW dan MELP dalam proses waktu akan menyusul kawan-kawan yang lebih dulu menjadi tersangka.
"Meskipun beredar bisik-bisik yang luas bahwa pada hari kamis 10 Juli 2025 bahwa NW telah dijemput oleh tim Pidsus Kejagung dari Rumah Sakit Medistra dan sudah dilekatkan status tersangka serta test kesehatan untuk ikut ditahan, yang rumornya mendadak status tersebut dicabut oleh Dirdik atas perintah JA yang berasal dari permintaan mantan Kajati di pulau Jawa dan kami tau siapa markusnya, percayalah jika informasi itu benar adalah perbuatan sia-sia dan pengkhianatan terhadap perintah Presiden Prabowo Subianto dan rakyat Indonesia," pungkas Yusri.**
Komentar Via Facebook :