Jejak Uang Panas PT SPRH: Rp 46 Miliar Ada bukti Mengalir ke Pengacara, Lahan Sawit Diduga Fiktif

Foto bukti kwitansi Pengeluaran Dana PT SPRH kepada Pengacara
Rokan Hilir – Skandal dugaan korupsi pengelolaan dana Participating Interest (PI) 10% senilai Rp551 miliar di tubuh PT. Sarana Pembangunan Rokan Hilir (SPRH) Perseroda memasuki babak baru yang mengejutkan. Setelah menyeret mantan jajaran direksi BUMD milik Pemkab Rokan Hilir, kini muncul nama seorang pengacara berinisial Z yang turut disebut dalam pusaran dugaan penyimpangan anggaran jumbo tersebut.
Berdasarkan dokumen kwitansi yang beredar dan dikantongi tim media, Zulkifli SH, pengacara yang diketahui merupakan kuasa hukum mantan Dirut PT SPRH Rahman SE, diduga menerima aliran dana fantastis senilai total Rp46,2 miliar dengan dalih pembelian lahan perkebunan kelapa sawit di wilayah Rokan Hilir.
Dari dokumen kwitansi yang diperoleh tim media, aliran dana itu terjadi dalam tiga tahap:
Tahap I – 6 Januari 2025: Rp10 miliar. "Ditandatangani Dirut PT SPRH Rahman SE, disetujui Direktur Keuangan Mahendra Fakhri SE, dan dilunasi Bendahara Sundari SE.
Tahap II – 21 Februari 2025: Rp20 miliar "Menggunakan format dokumen yang sama dengan penerima yang sama.
Tahap III – 24 Februari 2025: Rp16,2 miliar, " Dicairkan kembali kepada Zulkifli SH untuk keperluan pembelian lahan sawit.
Meski nominalnya mencengangkan, hingga berita ini dipublikasikan, upaya konfirmasi wartawan kepada pengacara Z melalui pesan WhatsApp belum mendapat tanggapan.
Lembaga INPEST Desak Kajati Riau Konfrontir Pengacara Z
Sorotan tajam datang dari Ketua Umum Independen Pembawa Suara Transparansi (INPEST), Ir. Ganda Mora, SH, M.Si, yang mendesak Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau untuk segera memanggil dan memeriksa pengacara Z serta menelusuri keberadaan lahan yang disebut-sebut dibeli dari dana BUMD tersebut.
“Penting untuk memastikan, apakah kebun sawit itu benar-benar ada atau hanya modus untuk menyamarkan aliran dana. Kami minta Kejati konfrontasi langsung Z dengan mantan Dirut, Direktur Keuangan, dan Bendahara PT SPRH,” tegas Ganda, Rabu (2/7/2025).
Ganda juga menekankan, kasus ini bukan tiba-tiba mencuat, melainkan merupakan tindak lanjut dari laporan resmi yang telah disampaikan INPEST pada 15 Juli 2024 lalu, melalui surat bernomor 78/Lap-INPEST/VII/2024.
Pada hari yang sama, Rabu (2/7), Tim Pidana Khusus Kejati Riau melakukan penggeledahan di kantor PT SPRH di Jalan Perniagaan, Bagansiapiapi. Langkah itu disebut sebagai bagian dari pengumpulan bukti tambahan untuk memperkuat dugaan korupsi yang menggerogoti dana partisipasi pemerintah daerah dari PT Pertamina Hulu Rokan tersebut.
Pengungkapan aliran dana jumbo kepada seorang pengacara menjadi titik balik serius dalam penyidikan. Publik pun mendesak agar Kejati Riau tidak hanya fokus pada pelaku di lapangan, tetapi juga membongkar aktor intelektual dan pihak-pihak yang bersembunyi di balik nama besar hukum.
Kasus ini membuka mata soal lemahnya kontrol dan pengawasan terhadap pengelolaan BUMD di daerah. Proyek dengan nilai strategis dan potensi ekonomi besar justru disalahgunakan untuk kepentingan pribadi, yang pada akhirnya mengorbankan kepentingan publik.
Kini semua mata tertuju pada Kejati Riau. Mampukah lembaga penegak hukum ini menjawab harapan masyarakat untuk menuntaskan skandal yang telah mengusik kepercayaan publik?
Komentar Via Facebook :