Kekurangan Sumber Pasokan LNG Dari Lapangan Medco Grissik, CERI; PGN Seharusnya Transparan

Jakarta, - Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI), Yusri Usman, memberikan pandangan dan analisisnya terkait isu adanya penurunan pasokan gas di Jaringan pipa transmisi South Sumatera-West Java (SSWJ).
Hal itu ditanggapinya dari Direktur Komersial PT Perusahaan Gas Negara (PGN), Tbk. Ratih Esti Prihatini, yang membenarkan adanya penurunan pasokan gas di Jaringan pipa transmisi SSWJ tersebut.
Sebagai informasi pada Rabu (22/1) pagi kemarin Linepack berada pada level 780 mmscf, di bawah batas minimum 800 mmscf. Situasi ini memengaruhi tekanan jaringan pada pipa, yang berpotensi berdampak pada pelanggan besar seperti PLN IP Priok dan PLN Muara Tawar.
"Selain itu, apabila terdapat gangguan dari pemasok gas pipa, kami telah menyiapkan LNG untuk menjaga pengaliran kepada pelanggan tidak terjadi kendala," kata Ratih dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (22/1/2025).
Pelaku industri nasional saat ini tengah menanti langkah strategis PGN menghadapi kondisi kritis akibat ketidakseimbangan antara pasokan dan permintaan gas bumi. Saat ditanya apakah kegiatan menyiapkan LNG untuk menjaga suplai telah disampaikan kepada Bursa Efek Indonesia (BEI), Ratih menjawab, sudah diinformasikan.
Sekretaris Perusahaan PGN, Fajriyah Usman, pada Kamis (23/1) menambahkan penjelasan bahwa PGN telah menyampaikan informasi terkait tantangan dan strategi bisnis dalam berbagai keterbukaan informasi.
"Silakan dicek saja di website IDX, ya. Kami juga rutin mengadakan analyst briefing dan pertemuan dengan publik (investor dan media) setiap triwulan," ujarnya.
Namun, pertanyaan kemudian muncul kesiapan PGN dalam menjamin tidak akan menerapkan kuota pembatasan konsumsi gas bagi pelanggan industri selama 6 bulan ke depan, terutama sepanjang Ramadan dan Lebaran serta bersedia mengganti kerugian akibat gagal produksi dari masing-masing industri pengguna gas PGN?
Menanggapi hal ini, Fajriyah menjelaskan bahwa volume gas yang disalurkan PGN akan dipengaruhi oleh supply gas dari hulu migas. "Kami menjaga reliabilitas fasilitas transmisi dan distribusi agar penyaluran gas dapat berjalan dengan baik untuk pelanggan," jawabnya singkat.
Menurutnya, PGN seharusnya transparan mengenai sumber pasokan LNG untuk menambal kekurangan pasokan dari lapangan Medco Grissik, yaitu berupa volume dan jangka waktunya.
"Saat pasokan gas pipa berkurang, pelanggan yang awalnya mendapat 100% gas pipa kini hanya menerima 45%, sedangkan sisanya dipasok dengan LNG. Masalahnya, harga LNG jauh lebih mahal, yaitu $16,7 per MMBTU dibandingkan gas pipa yang hanya $10," jelas Yusri.
Namun, Yusri mengungkapkan informasinya bahwa realisasi suplai LNG belum mencapai 55% sebagaimana dinyatakan PGN dalam surat kepada pelanggan pada 30 Desember 2024. "Faktanya, LNG yang disalurkan baru sekitar 10-15%, sementara sisanya tetap gas pipa. Jika benar ?, maka praktik diduga sangat merugikan pelanggan karena mereka ditagih tarif LNG yang sebenarnya tidak disalurkan," tegasnya.
Yusri mencontohkan, jika kontrak volume pelanggan adalah 10 MMSFD, maka dengan ketentuan 45% gas pipa dan 55% LNG, pelanggan akan membayar ((45% x 10 x $10) + (55% x 10 x $16,7)) = $136,85. Padahal, jika realisasi LNG hanya 10-15%, pelanggan seharusnya tidak membayar sebesar itu. "Bisa dituduh PGN seolah-olah menjual LNG padahal pasokannya jauh di bawah klaim mereka, kesan ini harus dihindari" tambah Yusri.
Ia juga menekankan pentingnya memastikan transparansi PGN terkait pasokan LNG untuk menambal kekurangan gas pipa. "Konsumen tidak peduli sumber gasnya, mereka hanya ingin pasokan lancar. Namun, apakah benar 55% dari pasokan itu berasal dari LNG ? Ini harus ditelisik lebih lanjut, jangan sampai terjadi memanipulasi hak pelanggan," tutup Yusri.
Krisis pasokan gas di jaringan SSWJ menjadi ujian besar bagi PGN dalam menjaga keandalan pasokan energi. Sementara itu, kritik mengenai transparansi dan kebijakan harga semakin memperbesar tekanan terhadap manajemen PGN.
Solusi yang diambil harus mempertimbangkan dampaknya terhadap industri dan konsumen, terutama menjelang Ramadan dan Idul Fitri. Ketika gas bumi yang dijanjikan sebagai "energi baik" justru menghadapi tantangan besar, dampaknya tidak hanya dirasakan oleh pelanggan, tetapi juga oleh perekonomian nasional**
Komentar Via Facebook :