Berada dalam Kawasan HPT, PT Malay Nusantara Akan Dilaporkan Ke Kejagung

Berada dalam Kawasan HPT, PT Malay Nusantara Akan Dilaporkan Ke Kejagung

Pekanbaru - Perusahaan pertambangan batu granit Ormas Pemuda Tri Karya (Petir) segera melaporkan PT Malay Nusantara Sukses (MNS) kepada Jaksa Agung Pidana Khusus (Jampidus) Kejaksaan Agung (Kejagung) RI.

“Berdasarkan titik koordinat areal tambang batu granit PT MNS kita temukan berada di Kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT). Kita segera melaporkan ke Jampidus,” kata Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional DPN Petir, Jackson Sihombing, Rabu (12/10/24).

Menurut Jackson Sihombing, “PT MNS berada di lokasi Desa Keritang Hulu, Kecamatan Kemuning, Kabupaten Indragiri Hilir (Hilir), Kode WIUP: 1114045102021001, SK IUP: 766/1/IUP/PMDN/2021, tanggal akhir: 2024/08/09 00:00:00.000, dan tanggal berlaku: 2021/08/09 00:00:00.000”.

Dia kemudian membeberkan hasil investigasi Ormas Petir, bahwa berdasarkan data geoportal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI, tidak ditemukan legalitas izin penggunaan/pinjam pakai kawasan hutan.

‘’Berdasarkan liputan peta citra satelit world imagery, belum terlihat secara menyeluruh dilaksanakan kegiatan mengelola izin tambang,’’ sebut Jackson Sihombing seraya menjelaskan luas areal izin tambang PT MNS lebih kurang 198 hektare.

Berdasarkan Pasal 2 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif dan Tata Cara Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berasal dari Denda Administratif di Bidang Kehutanan, pemuda yang kerap melaporkan berbagai instansi ini menyebutkan:

  • (1) Setiap kegiatan usaha di dalam Kawasan Hutan wajib memiliki Perizinan Berusaha di bidang kehutanan, persetujuan Menteri, kerja sama, atau kemitraan di bidang kehutanan.
  • (2) Setiap kegiatan usaha di dalam Kawasan Hutan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikenai sanksi pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

‘’Jadi, berdasarkan PP Nomor 24 Tahun 2021, perusahaan tambang yang tidak memiliki perizinan di bidang kehutanan dikenakan sanksi administratif, yaitu denda administratif di bidang kehutanan,’’ ungkap Jackson Sihombing.

Jackson kemudian memaparkan tata cara perhitungan denda administratif terhadap perusahaan tambang dimaksud berdasarkan PP Nomor 24 Tahun 2021.

“Pasal 43 Ayat 3 menegaskan, dalam hal kegiatan usaha belum beroperasi dan tidak dapat ditentukan besaran keuntungan, perhitungan keuntungan per tahun per hektare disetarakan dengan sepuluh kali besaran Tarif PNBP Penggunaan Kawasan Hutan sebagaimana diatur dalam peraturan perundangundangan di bidang jenis dan tarif atas jenis PNBP yang berasal dari Penggunaan Kawasan Hutan,” kata Jackson.

Katanya “perhitungan Denda Administratif adalah 10 Kali dari Tarif PNBP di kawasan Hutan, sesuai SK.661/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2023 tentang Penetapan Tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak dalam rangka Percepatan Penyelesaian Kegiatan Usaha Perkebunan Kelapa Sawit yang Telah Terbangun di Dalam Kawasan Hutan pada Amar Keenam: Rp1.600.000/ha/Tahun di Kawasan Hutan Produksi, dan Rp2.000.000/ha/tahun di kawasan hutan konservasi”.

Dia menambahkan, PT MNS diduga milik salah seorang calon kepala daerah di Riau yang sedang ikut kontestasi Pilkada Serentak 27 November 2024.

‘’Maka perhitungan denda administrasi PT MNS karena berada di kawasan hutan produksi, luas aeal 198 ha x Rp1.600.000 x 10 = Rp3.168.000.000/Tahun. Bila izin tambang PT MNS berlaku 3 tahun, maka 3.168.000.000 x 3 = Rp9.504.000.000. Jadi, sekitar Rp9,5 miliar denda administrasi yang harus dibayar PT MNS ke Negara,’’ pungkas Jackson Sihombing.**


Komentar Via Facebook :