CERI Meradang "Kadis LHK Barito Utara Diduga Tak Peduli Lingkungan"
Jakarta - Surat rekomendasi Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Barito Utara, Inriaty Karawaheni kepada Pj. Bupati Muhlis. tertanggal 1 Oktober 2024 yang mengusulkan konsep surat Pj Bupati berisi himbauan kepada seluruh perusahaan tambang batu bara di wilayah Barito Utara agar memperhatikan kewajiban terhadap pengelolaan lingkungan, antara lain pengelolaan air limbah dan reklamasi bekas penambangan, dikritik banyak kalangan.
Salah satunya kritikan pedas datang dari Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) Yusri Usman, menanggapi surat itu.
“Pemkab punya kewenangan, jangan lembek terhadap perusahaan tambang yang mencemarkan lingkungan dan melanggar perizinan. Harusnya ada tindakan dan sanksi tegas sesuai dengan peraturan yang berlaku, jika perlu tambang itu ditutup,” kata Yusri, Sabtu (5/10/24).
Yusri menyayangkan karena Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Barito Utara, Kalimantan Tengah, diminta tidak hanya mengimbau tetapi harus berani menindak tegas perusahaan pertambangan batu bara yang aktivitasnya mencemarkan lingkungan itu.
Menurut dia, surat itu menunjukkan bahwa Pemkab dan DLH Barito Utara mengetahui ada pelanggaran yang dilakukan perusahaan tambang batu bara tapi seperti tidak berdaya. “Mungkin tambang batu bara itu dibeking pejabat dan aparat sehingga tidak ditindak dan diproses hukum,” ujar Yusri.
Dalam surat kepada Pj Bupati tersebut, Inriaty mengakui, berdasarkan hasil pembinaan dan monitoring di lapangan, ada beberapa perusahaan yang komitmennya masih kurang dalam pengelolaan lingkungan, khususnya atas pengelolaan air limbah dan reklamasi.
Salah satu perusahaan tambang batubara di Barito Utara yang diduga melakukan pencemaran lingkungan adalah PT Pada Idi. Dugaan ini terungkap dalam dokumen berita acara pemeriksaan oleh DLH Kalteng terhadap aktivitas perusahaan tersebut.
Dalam dokumen tertanggal 13 Juli 2024 itu, DLH Kalteng menemukan adanya sedimentasi atau pendangkalan pada setiap kompartemen pengolahan limbah perusahaan. Akibatnya air meluap keluar dari kompartemen tanpa dikelola terlebih dahulu, yang berakibat tercemarnya Sungai Barito.
Pelanggaran lainnya, PT Pada Idi disebut membuang limbah dari stock-pile batubara menggunakan pipa by pass menuju langsung ke Sungai Barito tanpa diolah terlebih dahulu.
Tidak hanya itu, PT Pada Idi membangun pelabuhan bongkar batubara di pinggir Sungai Barito tanpa didukung dokumen lingkungan atau Amdal, serta membangun jalan hauling (jalan tambang) dimana terdapat 10 km tidak masuk ke dalam IUP perseroan.
Mengutip dokumen tersebut, aktivitas pertambangan PT Pada Idi juga disebut memasuki wilayah IPPKH (Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan) tanpa didukung izin dari pemerintah dalam hal ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Temuan-temuan itu melanggar UU No. 32 Tahun 2009 tentang Lingkungan Hidup, terutama pasal 98 dan pasal 99 dengan ancaman minimal pidana 3 tahun dan denda paling banyak Rp10 miliar.
Ancaman pidana lainnya mengacu pada UU No. 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air pasal 70 huruf a dengan ancaman penjara 1-3 tahun dan denda Rp1-5 miliar junto pasal 74 bagi badan usaha. Sedangkan bagi pemberi perintah dan pimpinan perusahaan sanksinya dua kali lebih berat.
Ada fakta lain yang cukup mengejutkan, yakni lokasi tambang PT Pada Idi ternyata memanjang hingga 7 km tanpa terputus-putus. Ini terbukti dari citra satelit melalui Google Earth. Sebagai info, tambang yang memanjang seperti itu sangat langka di dunia karena dinilai tidak ramah lingkungan.**
Komentar Via Facebook :