Dugaan Korupsi Proyek Geomembran di PHR, Kejati Riau Didemo

Dugaan Korupsi Proyek Geomembran di PHR, Kejati Riau Didemo

Pekanbaru - DPD KNPI Riau dan Aliansi Gerakan Pemuda dan Masyarakat Riau, menggelar aksi unjuk rasa di depan gedung Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau, Kamis (15/8/2024). 

Mereka mendesak Kejati Riau untuk segera mengusut tuntas kasus dugaan korupsi proyek geomembran di PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) yang dilaporkan oleh Anggota Komisi III DPR RI Hinca Panjaitan. Massa juga meminta KPK untuk segera memanggil dan memeriksa semua pihak yang diduga terlibat dalam kasus tersebut. 

"Ini persoalan yang sudah menahun. Maka KNPI Riau kembali menyampaikan aspirasi ini terkait banyaknya persoalan di lingkungan PHR. Salah satu diantaranya adalah dugaan kong kalikong antara PHR dengan penyelenggara, dengan stakeholder hukum, dengan Kejaksaan. Poin yang kita sampaikan ada kta serahkan ke pihak Kejaksaan," kata Sekretaris DPD KNPI Riau, Asnaldi. 

DPD KNPI juga menekankan bahwa PHR harus memberikan perhatian khusus kepada masyarakat Riau, terutama kepada pemuda. "Karena sampai hari ini PHR beroperasi dan dikelola sepenuhnya oleh negara belum nampak jelas poin-poin apa yang memang betul-betul untuk Riau nya," Kata dia. 

Untuk diketahui, dugaan korupsi proyek geomembran di PT PHR wilayah kerja Blok Rokan senilai ratusan miliar telah dilaporkan oleh Hinca Panjaitan ke Kejati Riau pada Rabu (26/6/2024) lalu. Hinca menyebutkan, dalam proyek tersebut ditemukan dugaan pemalsuan dokumen dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). 

Diungkap Hinca, proyek tersebut gunanya untuk mengatasi limbah B3 dari hasil pengeboran minyak. Ada empat nama yang dilaporkan Hinca yakni Edi Susanto, Ivan Zainuri, Fatahillah, Romi Saputra dan beberapa nama lainnya. "Yang paling bertanggungjawab itu Irvan Zainuri bdan Edi susanto," beber Hinca. 

Nilai proyek untuk plastik geomembran tersebut mencapai Rp 209 miliar. Plastik geomembran yang digunakan untuk proyek tersebut seharusnya diuji kelayakannya oleh Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Karena BRIN memiliki kewenangan untuk memberikan sertifikasi terhadap plastik yang akan digunakan itu. 

"Apa yang terjadi, surat dari BRIN dipalsukan. Jadi seolah-olah ada (pengesahan,red) dari BRIN. Dilakukan pembayaran dan kemudian ketemu ada masalah dan akhirnya dihentikan. Karena kerugian baru Rp16 miliar dari Rp209 miliar. Saya minta BRIN pro aktif melaporkan karena lembaga ini harus kita jaga. Jelaskan secara benar apa saja yang salah agar ini cepat selesai," tuturnya.(***) 


Redaksi

Komentar Via Facebook :