Warga Dilaporkan Ke Polres Pelalawan
ARIMBI Cek Objek Laporan Oknum Kanwil Kemenkumham Prov Riau, Ditemukan Ini?
Pekanbaru - Sekira empat hari lalu ada hewan langka dan dilindungi (Tapir) yang ada dalam kawasan hutan di Pelalawan, Riau, memasuki kota Pangkalankerinci, kemunculan Tapir ini diduga tak lagi bisa mencari makan dihabitat aslinya.
Dugaan lain dipicu oleh lemahnya pengawasan Aparat Penegak Hukum (APH) menyebabkan Alih fungsi kawasan hutan menjadi lahan perkebunan kelapa sawit di provinsi Riau, sehingga penyempitan hutan tempat Gajah maupun Tapir mencari makan terus berlangsung dan ini juga berakibat rusaknya eksistensi kawasan hutan di provinsi Riau.
Tragisnya lagi hilangnya makanan hewan langka ini juga dari legalisasi dalam bentuk surat atas kepemilikan sebidang lahan terus dikeluarkan oleh aparatur desa dengan alasan lahan ninik mamak. Ini menambah carut-marut tata kelola kawasan hutan.
Tak jarang atas penerbitan surat-surat seperti Surat Keterangan Tanah (SKT) oleh Kepala Desa ini juga menjadi modal bagi para perambah untuk semaunya melakukan alih fungsi kawasan hutan menjadi lahan perkebunan tanpa terlebih dahulu mengurus pelepasan kawasan.
Ini terjadi diduga adanya pembiaran yang selama ini terjadi memicu timbulnya konflik kepentingan baik antara korporasi dengan masyarakat ataupun antar sesama masyarakat penggarap kawasan hutan, seperti yang baru-baru ini terjadi di desa Segati, KM 71, Pelalawan, provinsi Riau.
Berdasarkan informasi yang diterima redaksi media ini akibat saling mengklain lahan dalam kawasan hutan itu terbitlah dua surat dilokasi yang sama.
Informasi lain diterima Tim Yayasan Anak Rimba Indonesia (ARIMBI) terkait tumpang tindih ini terbukti ada laporan di Kepolisian Resor Pelalawan oleh oknum pegawai aktif di Kanwil Kemenkumham Provinsi Riau berinisial ‘NS’ yang ditujukan kepada seseorang berinisial ‘K’ atas dugaan tindak pidana pengerusakan dan surat palsu.
“Sementara status lahan yang menjadi objek sengketa tersebut berada dalam kawasan hutan produksi terbatas (HPT),” kata Kepla Suku Yayasan ARIMBI, Mattheus, Selasa (9/5/23).
Dengan adanya laporan oknum di Mapolres Pelalawan ini, kemudian warga setempat meminta, ARIMBI turun kelokasi yang menjadi objek perkara pada Senin (1/5/2023) guna mencari informasi yang akurat mengenai carut-marut sengketa lahan di desa Segati tersebut.
Adapun tujuan dari Tim ARIMBI turun ke objek perkara tersebut kata Kepala suku ARIMBI, “bertujuan untuk investigasi ARIMBI turun ke objek perkara adalah untuk melihat dengan jelas objek perkara tersebut dan titik koordinat lokasi objek pekara pidana tersebut.
“Setelah pengambilan koordinat di lokasi objek perkara tersebut dicocokkan dengan SK Menteri Kehutanan Nomor: 173/KPTS-II/1986 Tertanggal 06 Juni 1986 Tentang Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) ternyata lokasi objek pekara masuk kedalam status hutan produksi terbatas (HPT) sementara dilokasi objek perkara telah berbentuk kebun kepala sawit yang diduga milik NS dan juga ditemukan adanya rumah jaga milik tukang panen NS,” katanya.
Bahwa berdasarkan hasil investigasi tersebut kata Mattheus, “pada tanggal 04 Mei 2023 ARIMBI telah mengirimkan surat permohonan klarifikasi dan rekomendasi kepada Kepala Kepolisian Ressor Pelalawan C.q. Kasat Reskrim Polres Pelalawan untuk mengkonfirmasi informasi dari masyarakat mengenai laporan polisi nomor: LP/B/39/III/2023/SPKT/Polres Pelalawan terkait objek perkara tersebut serta memberikan hasil investigasi ARIMBI di lokasi objek perkara tersebut sebagai petunjuk bagi kasat reskrim polres Pelalawan yang menangani perkara tersebut”.
Katanya, selain menyampaikan hasil investigasinya, ARIMBI melalui surat tersebut juga menyampaikan rekomendasi kepada Kasat Reskrim Polres Pelalawan yang menangani pekara tersebut untuk dapat melibatkan pihak Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk mendapatkan kejelasan status lahan yang menjadi objek perkara apakah benar sudah sesuai dengan hasil investigasi ARIMBI bahwa lokasi objek perkara pidana tersebut masih bestatus Kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT).
Selain itu ulas bang Mora, rekomendasi yang diberikan oleh ARIMBI adalah bilamana terbukti bahwa status objek perkara tersebut masih kawasan hutan produksi terbatas (HPT) dan baik pihak pelapor maupun terlapor tidak mempunyai ijin pelepasan kawasan hutan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indionesia.
“Maka ARIMBI meminta agar Kasat Reskim Polres Pelalawan dapat memproses baik pihak terlapor ataupun pelapor terkait duggan tindak pidana menggunakan kawasan hutan tanpa ijin sebagaimana diatur pada Pasal 50 ayat (3) huruf a Jo Pasal 78 ayat (2) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang Kehutanan jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana,” katanya.
lanjut bang Mora, adapun tembusan surat permohonan klarifikasi dan rekomendasi yang ditujukan kepada Kepala Kepolisian Ressor Pelalawan C.q. Kasat Reskrim Polres Pelalawan juga ditembuskan oleh ARIMBI kepada sejumlah pihak di Riau.
“Surat tembusan ARIMBI kepada Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Riau, Kejaksaan Negeri Pelalawan, Kabid Propam Polda riau, Kabag Wassidik Polda Riau, Kepala Kanwil Kemenkumham Provinsi Riau, Kepala Desa Segati serta Pihak Pelapor dalam perkara pidana tersebut,” pungkasnya.
Dikonfirmasi tim media “Metro Group” Kapolres Pelalawan Akbp. Suwinto SH.SIK., sampai berita ini dirilis belum menjawab padahal dalam pesan WhatsApp terlihat sudah centang dua.**
Komentar Via Facebook :