Kantong "Cekak", Kaderismanto Ngotot Maju

Kantong "Cekak", Kaderismanto Ngotot Maju

Pekanbaru - Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) calon kepala daerah pada pilkada serentak memantik reaksi sejumlah pihak, tertama pada calon Bupati dan wakil Bupati di Bengkalis, Riau.

Misalnya dari yang kita lirik dari media, Calon Wakil Gubernur Kalimantan Selatan Muhidin memiliki harta kekayaan mencapai Rp. 674 miliar, angka yang fantastis, tujuh kali lipat dibanding harta kekayaan Presiden Jokowi kisaran angka Rp. 54 miliar yang dilaporkan bulan Agustus 2019.

Masuk akal, beredar kabar Muhidin mantan walikota Banjarmasin 2010-2015 ini berlatarbelakang pengusaha sukses, dari sisi transparansi dan akuntabilitas seorang calon kepala daerah, justru patut diapresiasi, pasalnya, dengan angka kekayaan tersebut dapat dipastikan Muhidin dan pasangannya mampu membiayai diri sendiri untuk bersaing merebut kursi Gubernur-Wakil Gubernur tanpa melibatkan pengusaha atau "cukong".

Beda halnya di Kabupaten Bengkalis, Kaderismanto calon Bupati Bengkalis dalam pemberitaan salah satu media nasional memiliki kekayaan Rp. 8 miliar lebih terdiri dari aset tanah dan kendaraan, namun karena terlilit hutang mencapai Rp. 5 miliar, sehingga yang bersangkutan harus menerima kenyataan pahit harus menangung hutang mencapaiRp.3 miliar.

Tentunya kalau kita sama-sama paham, dikawatirkan saat dirinya terpilih nanti, Bengkalis akan memiliki pemimpin yang terlilit hutang, akibatnya bisa dicurigai masyarakat diduga akan "terbebeni" hutang pemimpinnya, "walau itu bisa saja tidak terjadi".

Banyak yang berasumsi, APBD Bengkalis  "dipoles" sedemikian rupa untuk kepentingan peribadi dan kelompok itu kata salah seorang ketua KPK bebrapq hari lalu. "Sekali lagi redaksi mengulas itu hanya sekedar asumsi".

Kata petani ini, "Kami rakyat biasa tidak ngerti apa-apa, tapi kalau baru jadi calon pemimpin diduga memainkan Politik dengan 'berbohong' bisa bahaya" keluhnya. "Jadilah pemimpin yang jujur dan amanah, harapnya, jangan hanya sebatas kampanye."
 
Sementara beberapa media lokal di Riau menyajikan berita bedasarkan LHKPN, Kederismato tidak memiliki harta sama sekali alias minus Rp. 8 juta. "Apakah memang begitu trik Politik untuk mengaet hati masyarakat."

Saat dikonfirmasi lewat pesan elektronik terkait perbedaan angka ini Kaderismanto belum menjawab.

Perbedaan ini membuat bingung, angka mana yang jadi patokan? atau ada unsur kesengajaan atau mungkin ini bagian dari taktik kampanye seolah-olah calon ini orang susah sehingga merasa layak mewakili orang tak mampu?, agar masyarakat memilih karena "kasihan."

Dalam catatan redaksi diketahui Kaderismanto pernah duduk sebagai anggota DPRD Bengkalis 2014-2019 (wakil ketua), berlanjut periode 2019-2024 (wakil ketua).

Kabar dari sumber terpercaya, Kaderismanto yang akrab disapa "bang Kade" ini memiliki hubungan kedekatan dengan seorang pengusaha Hotel di Pekanbaru, namun belum diketahui detailnya. "itu sudah rahasia umum dikalangan wartawan". 

Bahkan KPK live pernah menyebut, masyarakat bisa berasumsi, APBD terancam "digadaikan" kepada para "bandar proyek" yang merogoh kantong untuk membiayai biaya Pilkada kali ini.

"Sebagai calon pemimpin jangan biasakan bohong, rakyat sudah capek, jujur ajalah.^

Keluhan ini sangat masuk akal, pasalnya, untuk ikut bertarung pada Pilkada hal yang tidak mungkin seseorang tak punya modal, bagaimana dia akan bersosialisasi, mengunjungi pemilih atau setidaknya operasional tim sukses.

Sejarah pilkada serentak yang digelar sejak 2005 menjadi alaram tanda bahaya bahwa ongkos politik tinggi membuat para kepala daerah terjebak perilaku koruptif karena ada kewajiban mengembalikan sejumlah biaya yang digunakan saat kampanye.

KPK saat live menyebut Politik menggunakan jasa para "cukong" harus diwaspadai para politisi di daerah.

"Tidak ada makan siang gratis", jangan membodohi masyarakat dengan gaya lama, ayo jujur,  kalau sejak awal sudah bohong, "pembohong" tentunya tak pantas memimpin.

KPK sebut ini jurus lama yang acap dimainkan para calon, dengan modus menjual sumber daya alam atau janji-janji proyek seperti yang sudah-sudah, ujungnya rakyat jadi korban. "Buktinya sih banyak yang masuk penjara."

Perbedaan data LHKPN juga menjadi saol yang serius, pasalnya dalam Undang-undang nomor 28 tanun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). 

Pada Bab VII pasal 10 dikatakan "Untuk mewujudkan penyelengaraan yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme, Presiden selaku kepala negara membentuk komisi pemeriksa".

Selanjutnya, pada pasal 17 ayat (1) undang-undang tersebut berbunyi :"Komisi pemeriksa mempunyai tugas dan wewenang untuk melakukan pemeriksaan terhadap kekayaan penyelenggara negara". 

Selanjutnya ayat (2) berbunyi :"tugas dan wewenang komisi pemeriksa sebagaimana dimaksud dalam pasal ayat (1) adalah :

a. Melakukan pemantauan dan klarifikasi atas harta kekayaan penyelenggara negara;
b. Meneliti laporan atau pengaduan masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, atau instansi pemerintah tentang dugaan adanya korupsi, kolusi, dan nepotisme dari para penyelenggara negara.

KPK harus bertangungjawab dan segera melakukan crosschek atas laporan LHKPN para calon Bupati di Bengkalis tersebut, mengingat ada dugaan kejanggalan dalam pelaporannya.
  
Dari pemberitaan media yang dilihat redaksi tersebut masing-masing klaim merujuk pada laman resmi KPK, untuk itu KPK harus buka data, mana yang menjadi dasar bagi masyarakat, apakah media nasional atau lokal?

Seharusnya Kaderismanto berlaku jujur dan terbuka, jangan justru menjadi batu sandungan bagi calon lain yang akan bertanding pada pilkada serentak di Riau.**

Opini : Ajho


Redaksi

Komentar Via Facebook :