Kejati Maluku Perketat Pengawasan Aliran Kepercayaan dan Keagamaan di Maluku

Rapat Koordinasi Tim Pengawasan Aliran Kepercayaan Masyarakat (Pakem) yang dipimpin Wakil Kepala Kejati Maluku, Abdullah Noer Deny, S.H., M.H.,
AMBON – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku memperkuat pengawasan terhadap aliran kepercayaan dan aliran keagamaan yang dinilai berpotensi meresahkan masyarakat. Hal itu dibahas dalam Rapat Koordinasi Tim Pengawasan Aliran Kepercayaan Masyarakat (Pakem) yang dipimpin Wakil Kepala Kejati Maluku, Abdullah Noer Deny, S.H., M.H., di Kantor Kejati Maluku, Selasa (19/8/2025).
Rapat koordinasi tersebut menghadirkan berbagai instansi terkait, di antaranya MUI Maluku, FKUB Maluku, Kanwil Imigrasi, BAIS TNI, BIN, Dit Intel Polda Maluku, Kanwil Kemenag Maluku, hingga Kodam XV/Pattimura.
Dalam pemaparannya, Wakajati menegaskan bahwa Kejaksaan memiliki peran penting dalam Tim Pakem sesuai amanat Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Kejaksaan RI. Salah satunya, melakukan pengawasan terhadap aliran kepercayaan yang dapat membahayakan masyarakat serta mencegah penodaan agama.
> “Pengawasan Tim Pakem mencakup sekte, gerakan, maupun kelompok keagamaan yang harus sesuai dengan agama resmi di Indonesia,” ujar Wakajati Maluku.
Soroti Aliran La Bandunga dan GKPII
Dalam rapat tersebut, Wakajati Maluku menyoroti keberadaan aliran kepercayaan La Bandunga yang awalnya bermarkas di Lesane, Masohi, Maluku Tengah, namun kini telah berkembang hingga Seram Bagian Barat. Aliran ini disebut menyebarkan ajaran menyimpang, mulai dari mengubah bacaan Al-Fatihah, memodifikasi kalimat syahadat, hingga mengajarkan bahwa shalat, puasa, dan zakat tidak wajib.
Lebih jauh, kelompok ini bahkan menjanjikan “tiket masuk surga” dengan tarif Rp7 juta bagi pengikut, serta Rp15 juta untuk tebusan orang tua. Fenomena tersebut, kata Wakajati, sudah menjadi perhatian pemerintah pusat karena dinilai meresahkan masyarakat.
Selain itu, dugaan penyimpangan juga ditemukan pada Gereja GKPII di Desa Batu Merah, Kecamatan Damer, Kabupaten Maluku Barat Daya. Gereja ini didirikan oleh Eliab Makulua yang mengklaim dirinya sebagai roh kudus. Bahkan, pimpinan gereja saat ini disebut mengajarkan “wahyu baru” di luar Alkitab.
Kesulitan Pengawasan di Daerah Terpencil
Wakajati turut menyinggung keberadaan kelompok kepercayaan di wilayah pedalaman, khususnya di Kabupaten Buru. Banyak masyarakat pegunungan yang belum memiliki identitas kependudukan, sehingga sulit didata dan terpantau. Kondisi ini berimbas pada sulitnya pendirian rumah ibadah maupun akses pendidikan agama.
Kasi B Intelijen Kejati Maluku, Irvan Bilaleya, S.H., yang turut hadir, menambahkan bahwa tantangan pengawasan juga dipengaruhi oleh kondisi geografis Maluku yang berbentuk kepulauan.
“Sulitnya mendeteksi penyebaran aliran kepercayaan di daerah terpencil membuat koordinasi lintas instansi menjadi sangat penting. Rapat ini bertujuan agar semua pihak bisa berbagi informasi dan langkah strategis,” tegas Irvan.
Pengawasan Jadi Tanggung Jawab Bersama
Rapat Tim Pakem Kejati Maluku menekankan pentingnya sinergi antara aparat penegak hukum, lembaga keagamaan, dan instansi terkait dalam menjaga kondusivitas masyarakat.
“Pengawasan aliran kepercayaan bukan hanya tugas Kejaksaan, tapi tanggung jawab bersama demi menjaga ketertiban dan ketentraman umum,” pungkas Wakajati.
Komentar Via Facebook :