Akurasi LHKPN Dipertanyakan, Oknum Miliki Kebun Puluhan Hektar Terpantaukan? ARIMBI; Kita Akan Surat

Akurasi LHKPN Dipertanyakan, Oknum Miliki Kebun Puluhan Hektar Terpantaukan? ARIMBI; Kita Akan Surat

Pekanbaru - Terbongkarnya ketidak jujuran para oknum pejabat dalam melaporkan harta yang dimilikinya belakangan ini tidak terlepas dari peran serta masyarakat dalam menyampaikan laporan kepada Aparatur Penegak Hukum. Beberapa diantaranya telak terungkap tidak sesuai dengan kapasitas jabatan bahkan harta-harta tersebut berasal dari jalan yang “tidak halal”.

Terkait dengan semangat Pemerintah dalam memberantas kejahatan para Aparatur Sipil Negara tersebut dihubungkan dengan persoalan alihfungsi kawasan hutan yang diduga sebagai “objek pencucian uang”, Yayasan Anak Rimba Indonesia (ARIMBI) rencananya akan meminta Kementerian Hukum Dan Ham juga KPK melakukan audit investigatif terhadap pejabat di Kanwil Kemenkumham Riau.

Hal tersebut disampaikan Kepala Suku ARIBI, terkait laporan oknum berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Kanwil Kementerian Hukum dan Ham Prov Riau, NS, yang melaporkan muncul surat tanah dilahan diduga miliknya di desa Segati, Kabupaten Pelalawan, Riau di Mapolres Pelalawan, “lahan tersebut dalam kawasan hutan”.

“Kita mepertanyakan apakah harta kekayaan atau kebun sawit beliau (oknum NS) apakah sudah dilapokan ke Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN),” kata Kepala Suku yayasan Anak Rimba Indoensia (ARIMBI) Mattheus, Minggu (14/5/23).

“Terkait harta kekayaan oknum ini apa sudah dilaporkan atau belum kita akan menyurati Kemenkumham, nah kalau tidak tercatat di LHKPN maka kita patut mempertanyakan keakuratan LHKPN ini,” ulasnya.

Kata Mattheus, LHKPN atau Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara merupakan laporan yang wajib disampaikan oleh penyelenggara negara mengenai harta kekayaan yang dimilikinya saat pertama kali menjabat, mutasi, promosi, dan pensiun.

“Kewajiban lain yang menyertai LHKPN adalah mengumumkan harta kekayaan dan bersedia dilakukan pemeriksaan terhadap harta kekayaannya,” katanya.

Tujuan dari pembuatan LHKPN kata Mattheus, adalah sebagai bagian dari wewenang yang dimiliki KPK yaitu melaksanakan langkah atau upaya pencegahan terjadinya tindak pidana korupsi atau pencucian uang atara lain dengan melakukan pendaftaran dan pemeriksaan terhadap LHKPN.

“Definisi Penyelenggara Negara diatur dalam Pasal 1 butir 1 UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. Menurut undang-undang tersebut, Penyelenggara Negara merupakan Pejabat Negara yang menjalankan fungsi eksekutif, legislatif, atau yudikatif, dan pejabat lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” kayanya.

Sementara kata Mattheus, laporan oknum ini menjadi polemik dimana kebun dalam kawasan hutan menyebakan munculnya persoalan di tengah masyarakat Segati, Kabupaten Pelalawan. 

Polemik ini muncul dengan adanya laporan salah seorang oknum diduga aktif sebagai pegawai di Kanwil Kementerian Hukum dan Ham yang berkedudukan di provinsi Riau berinisial NS terhadap seseorang warga berinisial K.

“Laporan dugaan tindak pidana pengrusakan dan surat palsu di Polres Pelalawan memantik pertanyaa banyak kalangan, dan kita berharapm proses ini dilakukan Polres Pelalawan termasuk yang melaporkan. Kenapa saya katakan keduanya harus di proses sebab berdasarkan penelusuran ARIMBI kebun itu ada dalam kawasan hutan,” kata Kepala Suku Yayasan ARIMBI Mattheus, mengkritik pedas tentang Independensi APH yang sedang menangani kasus tersebut.

Status lahan yang menjadi objek sengketa (laporan) tersebut berada dalam kawasan hutan produksi terbatas (HPT). Makanya kata Mattheus menindaklanjuti permintaan warga setempat, ARIMBI pun turun ke lokasi yang menjadi objek perkara pada Senin (1/5/2023) tersebut guna mencari informasi yang akurat mengenai carut-marut sengketa lahan di desa Segati tersebut.

Bukan hanya itu kata pelapor 5 kasus pidana lingkungan di Polda Riau ini, “ARIMBI mempertanyakan integritas penegakan hukum Polisi yang kita dinilai ‘buta’ terhadap status hukum objek yang menjadi pangkal persoalan antara pelapor dan terlapor,” katanya.

Dimana menurut Mattheus, berdasarkan hasil investigasi Tim ARIMBI pada Senin (1/5/2023) lahan kebun kelapa sawit yang menjadi dasar laporan oknum NS seluruhnya berada dalam kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT).

“Jika pelaku perambahan dan alih fungsi kawasan hutan melaporkan mitra kerjasamanya, apakah Polisi tidak perlu mengusut objek hukum yang menjadi dasar laporannya ?. Maka Itu yang saya katakan ‘Buta’,” kata Mattheus.

“Apakah Polisi sudah mempertanyakan legalitas laporan oknum tersebut, lalu mengapa Polisi tidak mengusutnya ?,” ulasnya.

Dari laporan ini kata Mattheus, “sudah bisa dipertanyakan ada apa dengan Polisi yang menangani kasus ini?. Bukankah ada fungsi Law Enforcement yang kemudian bisa digunakan oleh Polisi tanpa harus diminta oleh masyarakat”.

“Dan bila perlu usut status pelapor sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Kanwil Kementerian Hukum dan Ham, apakah kepemilikan lahan tersebut juga disebutkan dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) ?,” pungkasnya.

Dikonfirmasi oknum sebagai melaporkan berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Kanwil Kementerian Hukum dan Ham, NS, belum menjawab.

Sementara terkait laporan oknum NS, Kapolres Pelalawan, AKBP Suwinto SH.SIK, dikonfirmasi sampai berita ini dirilis sejak Jumat (12/5/23) juga belum menjawab.**


Redaksi

Komentar Via Facebook :