Diduga Cemarkan Lingkungan, Dua Petinggi PT SIPP Ditahan Gakkum KLHK

Pekanbaru - Penyidik Gakkum KLHK telah menetapkan AN (40) selaku General Manager dan EK (33) selaku Direktur PT Sawit Inti Prima Perkasa (PT SIPP) yang bergerak dalam industri pengolahan minyak mentah kelapa sawit (CPO) yang berlokasi di KM 6 Kelurahan Pematang Pudu, Kecamatan Mandau, Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau sebagai tersangka.
Keduanya ditetapkan sebagai tersangka karena diduga telah melakukan tindak pidana lingkungan hidup dengan melakukan dumping limbah dan bahan berbahaya yang mencemarkan lingkungan.
Sebelumnya, tersangka AN dan EK sempat melakukan perlawanan dengan mengajukan gugatan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Hakim memutuskan permohonan praperadilan yang diajukan oleh tersangka tidak dapat diterima dan gugatan ini dimenangkan oleh Penyidik Gakkum KLHK.
Kini, kedua tersangka telah ditahan oleh penyidik Gakkum KLHK. Tersangka AN ditahan di rumah tahanan Bareskrim Polri dan tersangka EK ditahan di Rumah Tahanan Kelas I Salemba Jakarta Pusat.
Kepala Penyidikan Tindak Pidana Lingkungan Hidup KLHK, Anton Sardjanto mengatakan, penindakan terhadap PT SIPP merupakan tindak lanjut atas laporan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bengkalis.
"Oleh karena PT SIPP telah berkali-kali melanggar dan telah dikenakan sanksi administrasi oleh Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bengkalis. Bahkan perizinan usahanya sudah dicabut berdasarkan Keputusan Kepala Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu pemerintah Kabupaten Bengkalis," tegasnya.
Menurutnya, setelah keputusan itu, PT SIPP tetap tidak patuh dan terus beroperasi. Karena perbuatan itu, Gakkum KLHK melakukan langkah tegas dalam penegakan hukum.
Anton Sardjanto menambahkan, setelah mendapatkan laporan penyidik melakukan pengumpulan bahan dan keterangan. Diketahui fakta bahwa benar telah terjadi pencemaran lingkungan hidup. PT SIPP melakukan pembuangan limbah secara langsung, pengolahan IPAL yang tidak sesuai dengan UKL/UPL, dan tidak memiliki perizinan pengelolaan limbah dan limbah B3.
Selain itu, terungkap fakta bahwa Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) PT SIPP pernah mengalami kerusakan (jebol) sebanyak 2 kali. Berdasarkan hasil analisa sampel laboratorium diketahui bahwa air sungai juga telah tercemar.
Dirjen Penegakan Hukum KLHK Rasio Ridho Sani, mengatakan bahwa penindakan kedua tersangka ini bentuk keseriusan dan komitmen Gakkum KLHK untuk mencegah pencemaran lingkungan hidup.
Pencemaran lingkungan hidup merupakan kejahatan serius dan luar biasa karena merusak ekosistem, mengganggu kesehatan masyarakat dan merampas hak-hak warga negara untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat, serta menimbulkan kerugian negara.
“Tindakan pelanggaran dilakukan oleh Direktur dan General Manager PT SIPP untuk mendapatkan keuntungan dengan mengorbankan lingkungan hidup dan masyarakat merupakan kejahatan serius. Kami sudah perintahkan kepada penyidik untuk mendalami dugaan kejahatan korporasi dan tindak pidana pencuciaan uang yang dilakukan oleh kedua tersangka," ucapnya.
Dijelaskannya, langkah ini dilakukan agar keduanya dihukum seberat-beratnya dan dikenakan pidana tambahan berupa perampasan keuntungan dan perbaikan akibat tindakan pidana/pemulihan lingkungan sebagaimana Pasal Pasal 119 Undang-Undang RI No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
"Penindakan tegas terhadap Direktur dan General Manager PT SIPP ini harus dilakukan agar menjadi pembelajaran bagi pelaku pencemaran lingkungan hidup lainnya", tegas Rasio Sani.
KLHK berkomitmen melakukan penegakan hukum guna mewujudkan hak masyarakat atas lingkungan hidup yang baik dan sehat sangat konsisten.
Untuk diketahui, beberapa tahun ini, Gakkum KLHK telah membawa 1.308 perkara pidana dan perdata ke pengadilan baik terkait pelaku kejahatan korporasi maupun perorangan.
KLHK juga telah menerbitkan 2.446 sanksi administratif dan melakukan 1.854 operasi pencegahan dan pengamanan hutan, 706 diantaranya operasi pemulihan keamanan kawasan hutan. Sekali lagi kami harapkan penangan kasus ini akan menjadi pembelajaran bagi pelaku kejahatan lainnya.
"Kami tidak akan berhenti menindak pelaku kejahatan yang sudah merusak lingkungan, menyengsarakan masyarakat dan merugikan negara", pungkas Rasio Sani.
Atas perbuatan kedua tersangka, mereka terancam hukuman 10 tahun penjara dan denda sebanyak 10 milyar rupiah.
Keduanya disangkakan melanggar Pasal 98 jo Pasal 116 Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja jo Pasal 55 KUHAP dengan ancaman pidana penjara paling lama 10 tahun dengan denda paling banyak Rp1O miliar atau Pasal 104 berupa ancaman pidana penjara paling lama 3 tahun dengan denda paling banyak Rp3 miliar.(ers/rls)
Komentar Via Facebook :