Saksi Hidup Masa Kecil Bupati Rohil: 'Kami Sekolah Bareng, Naik Bendi dan Jalan Kaki

Saksi Hidup Masa Kecil Bupati Rohil:

Hj. Asmarni (saksi teman sekolah Bupati Rokan Hilir H Bistamam)

Pekan Baru  — Kenangan masa kecil seringkali menjadi jembatan batin yang tak lekang oleh waktu. Begitulah yang dirasakan Hj. Asmarni, seorang perempuan kelahiran 1949, yang mengaku menjadi saksi hidup perjalanan pendidikan Bupati Rokan Hilir saat ini, Bistamam. Keduanya bukan hanya sahabat masa kecil, tapi juga sepupu dan sama-sama berasal dari kampung Rantau Bais, Kecamatan Tanah Putih, Kabupaten Rokan Hilir.

“Bistamam itu saudara saya, teman sebaya, kami tumbuh bersama di Rantau Bais dan merantau ke Pekanbaru sejak kelas lima SD,” tutur Asmarni saat ditemui di kediamannya di Tangkerang Selatan, Pekanbaru.

Salah satu kenangan yang masih lekat dalam ingatan Asmarni adalah saat mereka berangkat sekolah menggunakan bendi—alat transportasi tradisional yang ditarik kuda—atau berjalan kaki bersama teman-teman lainnya.

 “Kadang kami patungan ongkos naik bendi. Kalau tidak, ya jalan kaki ramai-ramai. Seru dan penuh canda,” kenangnya.

Asmarni menuturkan, ia dan Bistamam sama-sama bersekolah di SDN 011 Rintis Pekanbaru, di bawah kepemimpinan Ibu Rukiyah. Setelah lulus SD, mereka melanjutkan ke SMPN 1 Pekanbaru, sekolah favorit pada masa itu karena minimnya pilihan sekolah lanjutan.

“Kami tidak satu kelas, tapi selalu bersama di jam istirahat dan saat pulang sekolah. Bistamam itu orangnya suka berseloroh tapi sangat peduli. Apa pun yang kita minta, dia bantu tanpa pikir panjang,” ujarnya.

Setelah tiga tahun di SMP, keduanya juga memilih melanjutkan ke sekolah yang sama: SMEA Pekanbaru (sekarang dikenal sebagai SMK). Namun, nasib membawa jalan yang berbeda. Asmarni harus mengakhiri sekolah di kelas tiga karena mengikuti permintaan orangtuanya untuk menikah, sementara Bistamam tetap menyelesaikan pendidikan hingga lulus.

“Saya tidak sempat ikut ujian akhir karena harus menikah. Sementara Bistamam terus lanjut sampai tamat SMEA,” ucapnya.

Asmarni kemudian mengikuti suaminya pindah ke Jakarta dan membina rumah tangga selama 42 tahun. Suaminya, seorang pensiunan PNS Kementerian Pekerjaan Umum, wafat pada tahun 2013. Ia lalu kembali menetap di Pekanbaru.

Dalam perbincangan tersebut, Asmarni juga menyampaikan harapannya agar masyarakat tidak mudah terprovokasi dengan isu-isu miring soal latar belakang pendidikan Bupati Bistamam.

 “Saya saksi hidup, kami sekolah bersama dari SD sampai SMEA. Masyarakat jangan ragu atau termakan isu negatif. Mari berpikir positif,” tegasnya.

Cerita Hj. Asmarni menjadi pengingat bahwa setiap pemimpin memiliki jejak langkah yang panjang, penuh perjuangan, dan tidak selalu terlihat di permukaan. Dan dalam kisah ini, seorang teman lama menjadi penguat bahwa perjalanan pendidikan Bistamam adalah nyata, bukan narasi karangan.**


Anggi Sinaga

Komentar Via Facebook :