Dana Iklan Corporate Secretary Pertamina Holding dan Subholding Diduga Penutup Mulut?, Yusri Meradang; Miliaran Di BJB Diusut, Kok Triliunan Di Pertamina Lolos?

Jakarta - Plh Direktur Penyidikan KPK Budi Sokmo Wibowo, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, sebelumnya pada Kamis (13/3/25), kepada sejumlah media menyebut telah membongkar “kasus tindak pidana korupsi penempatan dana iklan di PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk (Bank BJB), namun banyak pihak mempertanyakan kasus ini sebab dugaan korupsi untuk iklan itu awalnya adalah Rp 409 miliar, anehnya kemudian meralat kerugian negara hanya sekitar Rp 100 miliar yang direalisasikan.
Perlu diketahui, KPK menyebut potensi kerugian negara pada kasus korupsi pengadaan iklan di Bank BJB mencapai Rp 222 miliar. “kalau disebutkan Budi Sokmo Wibowo, turun dan dikatakan direalisasikan menjadi Rp 100 miliar. Sisanya kemana?”.
Secara akumulatif, modus korupsi Bank BJB adalah menggelembungkan anggaran dan belanja iklan senilai Rp 801 miliar yang merugikan keuangan bank daerah tersebut.
Dana tersebut dikatakan digunakan untuk memenuhi dana non bujeter di perusahaan BUMD tersebut, walau kasus ini dikritik banyak kalangan namun bisa menjadi pintu masuk bagi kasus serupa disejumlah BUMD atau BUMN lainnya di negara “konoha” ini.
Terkait kasus korupsi yang terkesan masif dan terstruktur bahkan berjamaah di negara ini, membuat Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) Yusri Usman, angkat bicara dan merembet ke kasu BUMN dan BUMD.
“Terbongkarnya TPK yang terjadi di Bank BJB bisa juga dialami di BUMN jauh lebih besar, misalnya PT Pertamina (Persero),” kata Yusri, kepada media di Jakarta, Jumat (14/3).
Pasalnya, imbuh Yusri, selama ini penggunaan dana iklan oleh Pertamina kerap lolos dari pantauan publik, terutama aparat penegak hukum (APH).
“Kasus serupa bisa juga diduga terjadi untuk dana iklan Pertamina. Dana iklan Pertamina mesti diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK),” kata Yusri. Menurut Yusri, dana iklan Bank BJB tidak seberapa yang harus dikeluarkan per tahunnya jika dibandingkan dengan Pertamina.
Sebagai BUMN kelas wahid, imbuh Yusri, Pertamina sangat memerlukan iklan atau publikasi yang berkaitan dengan citra positif perusahaan.
Kata Yusri, “saya dengar dana iklan atau promosi Pertamina itu nilainya ratusan miliar juga, mungkin jika digabung dengan subholding bisa triliunan rupiah.”
Yusri bilang, “Coba saja BPK audit keuangan dana iklan atau promosi Pertamina yang berada di bawah koordinasi sekretaris perusahaan atau tim corporate communication.”
Bahkan, lanjut Yusri, dirinya mendengar kabar ketika Pertamina diguncang kasus korupsi di subholding, tim komunikasi Pertamina langsung bergerak untuk coba ‘mengeliminir’ kasus tersebut.
“Pertamina konon sempat mengumpulkan dan melakukan pertemuan dengan sejumlah pemimpin redaksi dikoordinir oleh VP Corporate Communication Fadjar Djoko Santoso,” ungkap dia.
Yusri lalu menambahkan, “Pertemuan dilakukan pada 27 Februari lalu hingga dini hari, untuk membuat berita seakan-akan kasus tersebut berbau politis,” ungkap dia.
Komentar Yusri, “Saya mendapat info itu langsung dari orang yang hadir di acara pertemuan tersebut, bahkan semua berita CERI soal kasus korupsi tata kelola minyak akan diblokir media patner Pertamina Group dan BUMN Group, termasuk acara unjuk rasa koalisi Aliansi Rakyat Menggugat (ARM) dengan CERI pada 11 Maret 2025 ke Pertamina, Kementerian BUMN, Kementerian ESDM dan Kejaksaan Agung akan diblokir oleh media elektronik dan online nasional.”
Tegas Yusri, “Jika itu benar terjadi, harus diusut oleh penegak hukum, sebab di dalam RKAP tidak ada anggaran untuk kegiatan tersebut. Jika ada kegiatan tersebut bisa dituduh melakukan korupsi dan diduga itu bagian dari jaringan mafia migas.”
Di satu sisi, lanjut Yusri, tim corporate communication atau sekretaris perusahaan di holding dan subholding Pertamina tidak boleh berbohong atau menyembunyikan informasi terkait proses bisnis kepada publik jika terjadi penyimpangan.
“Kalau salah bilang saja salah lalu minta maaf, jangan membohongi publik. Ini kerap mereka bicara A faktanya B,” terang Yusri,
Yusri lalu mengambil contoh kasus korupsi penyalahgunaan dana tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility/CSR) pada program gerakan menabung pohon di Pertamina pada medio 2015.
Kala itu, terang Yusri, Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri menemukan dugaan korupsi sekitar Rp 126 miliar pada penyaluran program CSR Pertamina yang disalurkan oleh Pertamina Foundation (Yayasan Pertamina).
Yusri menambahkan, saat itu Bareskrim Polri menetapkan mantan Direktur Eksekutif Pertamina Foundation Nina Nurlina Pramono sebagai tersangka kasus tersebut. Nina diduga melakukan korupsi serta pencucian uang.
“Awalnya banyak publik tidak percaya uang CSR di korupsi. Faktanya itu terjadi di Pertamina, belakangan kasus dana CSR di Bank Indonesia juga terbongkar,” jelas dia.
“Jadi tidak menutup kemungkinan hal tersebut juga terjadi untuk penggunaan dana iklan atau komunikasi di Pertamina,” kata Yusri.
Menurut Yusri jaringan mafia migas sangat luas dan, termasuk di istana, politikus busuk di senayan, oknum APH, BPK, BPKP, Pemred media tier 1 dan LSM abal - abal.**
Komentar Via Facebook :