Polemik Tanah Guru SMPN 5 Pekanbaru, Punya SKPT Dikalahkan Surat Hibah yang Dibatalkan
Pekanbaru - DPP LSM Perisai Riau mempertanyakan kinerja Penyidik Tanah dan Bangunan (Tahbang) Polresta Pekanbaru yang menangani perkara tanah pensiunan guru-guru SMP Negeri 5 Pekanbaru.
Tanah itu bersengketa dengan sejumlah oknum yang membeli dari H Asril yang alas haknya berupa surat hibah tanah dari Mangaraja Puar Hamonangan Saragih.
Ketua DPP LSM Perisai Riau, Sunardi SH menilai, Penyidik Tahbang Polresta Pekanbaru seharusnya mengkaji tentang pengertian Surat Palsu dan menyelidiki asal muasal terbitnya SHM di atas tanah guru-guru yang telah memiliki Surat Keterangan Pemilikan Tanah (SKPT).
"Kisah penanganan perkara tanah pensiunan guru SMP Negeri 5 Pekanbaru ini bukan lagi menjadi rahasia umum. Bahwa asal muasal kepemilikan tanah kaplingan kelompok pensiunan guru SMP Negeri 5 Pekanbaru tersebut dibeli dari dasar Surat Keterangan Permbukaan Hutan seluas 10 hektare tahun 1968 milik Minar Zeslida Pardede yang diperjualbelikan kepada adik kandungnya Saiden Pardede," kata Sunardi, Jumat (20/9/2024).
Baca Juga : Rezim "Ditelanjangi" Data Presiden Juga Bocor
Saiden Pardede ini adalah salah seorang guru di SMP Negeri 5 Pekanbaru. Kemudian, Saiden Pardede menjual tanah kaplingan sebanyak 40 kapling atau seluas 4 hektar kepada sesama guru SMP Negeri 5 Pekanbaru.
Selain itu, turut serta sebagai pembeli sejumlah keluarga atau famili dari guru-guru SMP Negeri 5 Pekanbaru pada masa itu.
"Pembayaran pembelian tanah itu kebanyakan dibayar dengan cara dicicil atau potong gaji bulanan guru-guru SMP Negeri 5 Pekanbaru yang membelinya. Untuk itu, sebagai bukti pembelian diterbitkan SKPT pada tahun 1982," tuturnya.
Kemudian, surat-surat tanah kaplingan milik kelompok guru-guru sudah diuji keasliannya di laboratorium forensik Polda Riau, serta salinan aslinya dapat ditemukan di Kantor Kecamatan Siak Hulu.
"Setelah 16 tahun berjalan, salah seorang anak dari Minar Zeslida Pardede bernama Mangaraja Puar Hamonangan Saragih, bekerja sama dengan pemerintah setempat, untuk membuat surat baru diatas tanah yang sudah diperjual belikan oleh kedua orang kepada para guru. Akibatnya muncul Surat Keterangan Hibah atas nama H Asril pada tahun 1995 diatas tanah yang sudah diperjual belikan tersebut," ungkap Sunardi.
Atas dasar itulah para guru SMP Negeri 5 Pekanbaru tanahnya bersengketa dengan hadirnya surat hibah yang diterbitkan atas nama H Asril.
Lalu, surat keterangan hibah atas nama H Asril yang diterbitkan diatas tanah guru-guru itu, diperjual belikan dan dijual kepada beberapa orang, diantaranya Meryani, Renawatie Setiawan dan Eddy S Ngdimo. Surat tanah dengan dasar hibah H Asril tersebut kemudian ditingkatkan menjadi Sertipikat Hak Milik (SHM).
"Padahal sebelum diproses oleh Kantor Pertanahan Kota Pekanbaru, salah seorang Kuasa Ahli Waris Minat Zeslida Pardede yakni Linda Wati Br Saragih telah memperingatkan agar Kantor Pertanahan Pekanbaru tidak menerbitkan Sertipikat yang menggunakan alas hak surat keterangan hibah H Asril. Sebab, surat keterangan hibah itu tidak memiliki dasar hukum," lanjutnya.
Pada tahun 2002, Kepala Kantor Pertanahan Kota Pekanbaru Teddy Rukfiadi menerbitkan sertipikat tanah Program Land Consolidation (LC) di Jalan Arifin Ahmad Kota Pekanbaru atas nama Meryani, Renawatie Setiawan dan Eddy S Ngadimo. Padahal jalan Arifin Ahmad di tahun 1992 sudah dicanangkan Program Land Consolidation (LC), dan pendataan pada tahun tersebut adalah guru-guru SMP Negeri 5 Pekanbaru sebagai pemilik tanah.
Sebagai catatan, atas dasar itu ahli waris Minar Zeslida Pardede dan ahli waris RP Saragih, menggugat surat hibah atas nama H Asril itu ke Pengadilan.
Kemudian, setelah serangkaian peraidangan keluar putusan dari Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap (BHT) atau inkrah dengan amar putusan:
Bahwa Surat Keterangan Hibah atas nama H Asril yg diterbitkan pada tanggal 16 Oktober 1995 telah dinyatakan batal atau tidak sah serta tidak berkekuatan hukum. Dalam amar putusan berikutnya menghukum para tergugat atau pun orang lain yang memperoleh hak dari tergugat untuk mengembalikan tanah warisan peninggalan kedua orang tua para penggugat dan tergugat I tersebut kepada para penggugat dalam keadaan baik dan kosong tanpa dibebani persyaratan apapun juga.
"Dari penjelasan singkat tersebut mestinya Penyidik Tahbang Polresta Pekanbaru mudah untuk menyimpulkan dan memahami, tentang duduk perkara serta permasalahan yang terjadi. Siapa yang memiliki surat yang diduga palsu tersebut. Namun yang terjadi malah sebaliknya atau memutar balikkan fakta," ungkapnya.
Surat-surat yang diterbitkan dari dasar Surat Keterangan Hibah atas nama H Asril yang sudah batal atau tidak sah dan tidak berkekuatan hukum tersebut adalah surat yang terbit dari alas hak surat hibah yang telah dibatalkan oleh Pengadilan yakni SHM milik Eddy S Ngadimo, Meryani dan Renawatie Setiawan.
Kemudian, pada tahun 2019 lalu Renawatie menjual tanahnya kepada seorang pengusaha karaoke. SHM dari dasar surat hibah H Asril itulah yang digunakan sebagai sarana untuk melaporkan seseorang ke Polresta Pekanbaru.
"Ada dugaan kongko-kongko dalam kasus ini sehingga fakta hukum terabaikan. Untuk itu dengan informasi ini silahkan masyarakat Kota Pekanbaru menilai kinerja oknum aparat penegak hukum yang menangani perkara tersebut. Semoga ke depan muncul kebenaran yang benar-benar berpihak kepada kepentingan masyarakat," pungkasnya.
Terpisah sebelumnya, ahli pidana forensik Dr Robintan Sulaiman SH MH MA MM CLA menjelaskan bahwa Sertipikat yang timbul dari surat hibah yang telah dibatalkan oleh pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap akan kembali ke asal.
"Kalau hibahnya sudah dibatalkan oleh pengadilan, ada putusan secara inkrah, semua surat-surat itu balik asal. Pemegang Sertipikat itu kembali ke asal, jadi balik ke pemilik asli. Jadi dia (pemilik asli, red) bisa melakukan pelaporan kepada kepolisian karena dia memiliki legal standing," kata Dr Robintan.
Dia menerangkan, 'Balik Asal' artinya, hak atas tanah tersebut kembali ke pemilik aslinya. "Ya betul, kembali ke pemilik aslinya," terangnya. (***)
Komentar Via Facebook :