Dakawaan JPU Karen Agustiawan Memperkaya Diri Sendiri Tidak Terbukti

PKKEI; Majelis Hakim Diharap Memahami dengan Benar Kasus Karen Agustiawan Secara Utuh Terhadap Kelaziman Bisnis LNG

PKKEI; Majelis Hakim Diharap Memahami dengan Benar Kasus Karen Agustiawan Secara Utuh Terhadap Kelaziman Bisnis LNG

Foto Viva

Jakarta - Ketua Umum PKKEI Syamsul Bachri menilai, kasus hukum terhadap Galaila Karen Kardinah (Karen Agustiawan) sangat rumit. Karena memerlukan pengetahuan dan pengalaman yang cukup terkait pemahaman kebijakan atau penugasan pemerintah terkait aksi bisnis korporasi, tata-kelola BUMN, dan kelaziman bisnis LNG. 

Karena itu kata Syamsul pada media (vivacoid) dan berharap Majelis Hakim memahami dengan benar kasus itu secara utuh. Sehingga, bisa mengambil keputusan yang seadil-adilnya bahwa Direksi pada era Karen Agustiawan sudah menjalankan perintah jabatan dalam upaya mewujudkan ketahanan energi.  

"Aksi korporasi Pengadaan LNG CCL yang dilakukan oleh Pertamina tahun 2013 dan 2014, berhasil memotret kondisi masa depan yang terjadi saat ini serta proyeksi kecukupan dan keterjangkauan harga gas 10 sampai 15 tahun ke depan," katanya.

Berdasarkan keterangan Rektor Universitas Proklamasi 45 Jogjakarta, Benedictus Renny See, dalam sidang di Pengadilan Tipikor Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, terkait korupsi mantan Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina Karen Agustiawan, terungkap hal yang megejutkan, namun banyak kalangan yang menyayangkan kasus ini seperti menyasar orang tertentu di Pertamina.

Apalagi Benedictus menjelaskan, "perhitungan adanya kerugian keuangan negara yang disampaikan oleh BPK berubah-ubah angkanya".

"Itu merupakan indikasi bahwa apa yang disampaikan oleh BPK tentang angka kerugian PT. Pertamina akibat adanya Sales and Purchase Agreement (SPA) LNG 2015 sebesar USD113,389,186.60 tidak akurat," kata Benedictus.

Dengan demikian katanya, "apabila dalam perjalanannya yaitu pada 2020 dan 2021 terjadi kerugian negara, maka sudah bukan menjadi tanggung jawab Karen Agustiawan".

"Apalagi kebijakan PT. Pertamina dalam mengadakan perjanjian jual beli (dengan Corpus Christi Liquefaction, LLC (CCL) adalah guna mengantisipasi ketersedian LNG untuk jangka panjang, dalam rangka ketahanan dan bauran energi yang harus dijaga dan menjadi tanggung jawab PT. Pertamina (Persero) sesuai dengan tugas dan wewenangnya," kata Benedictus.

Sebab ulasnya, "proses SPA LNG 2015 adalah perjanjian jual dan pembelian jangka panjang selama 20 tahun hingga 2040 yang harganya akan selalu berubah tergantung kondisi pasar, geopolitik, bencana alam, pandemi, kondisi domestik dan lain-lain, bisa untung bisa rugi".

"Bahwa apa yang menjadi dasar surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) kepada Karen Agustiawan melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi adalah tidak terbukti," pungkasnya.

Kemudian di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Aris Mulya Azof sebagai saksi dalam persidangan mengatakan pernah menjabat sebagai Senior Vice President for Downstream, Gas & Power, New & Renewables Business Development & Portfolio (2021-2024) di PT Pertamina.

"Penjualan LNG Pertamina tahun 2019 - 2023 terhitung positif jika diakumulasikan," katanya.

Sementara Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI), Yusri Usman, diwawancara media ini tak menjawab banyak, yang terdegar hanya harapan ketegasan agar hakim bijak dalam memutus perkara ini, "aneh ya?," katanya singkat pada Sabtu (19/5/24).**


Redaksi

Komentar Via Facebook :